*DPRD Apresiasi Larangan Ekspor CPO Dicabut
PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM- Kalangan DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) mengapresiasi kebijakan Presiden RI H Joko Widodo yang secara resmi mencabut larangan ekspor CPO kelapa sawit dan bahan baku minyak goreng (migor), dengan harapan dapat memulihkan perekonomian masyarakat, khususnya petani sawit di Bumi Tambun Bungai.
Ketua Komisi II DPRD Kalteng yang membidangi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (SDA) H Achmad Rasyid mengatakan, larangan ekspor CPO kelapa sawit dan bahan baku migor yang diberlakukan pemerintah RI sejak 28 April 2022 lalu, cukup berdampak pada petani sawit dengan menurunnya harga Tandan Buah Segar (TBS).
“Kita mengapresiasi langkah Presiden RI dalam mengambil kebijakan pencabutan larangan ekspor CPO kelapa sawit. Mengingat sebelumnya larangan ekspor CPO cukup berdampak pada petani sawit, khususnya harga TBS yang mengalami penurunan, sehingga menyebabkan kerugian bagi petani,” katanya kepada Tabengan via WhatsApp, Jumat (20/5/2022).
Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV meliputi Kabupaten Barito Timur (Bartim), Barito Selatan (Barsel), Barito Utara (Barut) dan Murung Raya (Mura) ini juga menjelaskan, petani sawit bersama Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) sempat menggelar unjuk rasa secara serentak di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Kalteng. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak petani sawit, tanpa terkecuali meminta pemerintah pusat untuk mencabut larangan ekpor CPO.
“Kita juga mengapresiasi perjuangan petani sawit bersama APKASINDO, melalui aksi damai yang berlangsung secara serentak di beberapa wilayah Indonesia secara serentak dan saat ini, tuntutan supaya larangan ekspor CPO dicabut telah dikabulkan oleh Presiden RI. Walaupun titik utama permasalahan sebenarnya bukan pada larangan ekspor CPO,” ujarnya.
Dijelaskan, tujuan dari larangan ekspor CPO sebenarnya untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng, termasuk menstabilkan harga di pasaran. Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak goreng terbesar di Asia dengan tingkat ekspor CPO kelapa sawit yang cukup tinggi ke berbagai negara di dunia.
Namun, tingginya ekspor tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di dalam negeri yang mengalami kelangkaan minyak goreng dan tingginya harga di pasaran, sehingga Pemerintah RI berinisiatif untuk memberlakukan kebijakan terkait larangan ekspor CPO.
“Kebijakan larangan tersebut sebenarnya sangat baik apabila kita melihat dari kacamata pemerintah. Namun yang jadi permasalahan adalah keberadaan larangan ekspor CPO dan bahan baku migor tersebut akhirnya dimanfaatkan oleh sejumlah perusahaan besar swasta (PBS) untuk menurunkan harga TBS dari petani,” tandasnya.
Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPRD Kalteng ini juga berharap, masyarakat khususnya petani sawit mandiri bisa menilai dan mengevaluasi kembali permasalahan yang menyebabkan turunnya harga TBS.
“Dari pandangan saya, masalahnya bukan pada kebijakan pemerintah, tetapi ada sejumlah oknum perusahaan yang merasa dirugikan dengan adanya larangan ekspor tersebut tanpa mempedulikan kondisi dalam negeri. Apalagi keuntungan ekspor CPO dan bahan baku migor jauh lebih besar dibandingkan keuntungan dalam negeri, sehingga hal ini diharapkan bisa menjadi penilaian masyarakat dan evaluasi dalam menyikapi penyebab turunnya harga TBS,” pungkasnya. nvd