PALANGKA RAYA/TABENGAN.COM – Tindak lanjut proses hukum terhadap dugaan tindak pidana penggelapan sertifikat tanah oleh pengusaha perkebunan sawit berinisial HK di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur dipertanyakan oleh para pelapor. Alpin Laurence dan kawan-kawan melalui Kuasa Hukum, yakni Marudut Simanjuntak SH MH MBA berharap kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah milik pengusaha asal Medan dan Bandung ini bisa segera ke meja hijau. Namun kenyataannya, hingga saat ini kasus yang melibatkan HK tak kunjung P21 atau berkas dinyatakan lengkap. Padahal, HK saat ini sudah tersangka dan tengah menjalani penahanan Rutan Polda Kalteng.
“Kami mendapat kabar dari penyidik, bila berkas yang diserahkan selalu P19. Padahal, dari hasil penyidikan pelaku juga sudah mengakui dan para saksi juga sudah mengungkapkan. Terrmasuk alat bukti lainnya,” ujar Marudut, Kamis (26/5/2022).
Merasa Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) lamban menangani kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah milik pengusaha asal Medan dan Bandung ini, membuat Kuasa Hukum Pelapor mengambil langkah lain. Mereka telah mengirimkan surat kepada Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Umum, JAM Pengawasan, hingga ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia namun belum mendapat tanggapan.
“Klien kami sudah sangat dirugikan,” tegasnya.
Sertifikat sudah digelapkan, ketika masuk proses hukum dan tinggal menuju ke meja hijau, malah seperti dihambat. Berkas selalu P19 atau dianggap selalu kurang. Bagaimana ada keadilan, kalau penggelapan sertifikat tanah saja lamban dalam penanganannya,” ujar Marudut.
Menurut Marudut surat sudah dikirimkan ke Kejagung tanggal 18 Mei 2022 terkait permohonan perlindungan hukum dan lambannya penanganan kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah yang sedang dilakukan Kejati Kalteng
Menurut Marudut, kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah itu berawal pada tahun 2007 ketika ada pembelian tanah oleh kliennya dari Kelompok Tani Karuhei dan Kelompok Tani Hasundau Tinai dengan harga Rp902 juta. Setelah itu, kliennya kembali membeli lahan dari warga di Jalan Raya Pelantaran-Parenggean Km 8 hingga Km 11 seluas 28 hektar dan satu unit ruko seluas 48 meter persegi di Jalan Sudirman Kota Sampit Km 4,5 dengan harga Rp141 juta di Desa Keruing Kecamatan Cempaga Kabupaten Kotawaringin Timur. Agar memiliki kekuatan hukum, pembayaran antara pembeli dan penjual berlangsung disaksikan notaris.
“Lahan inilah yang dipercayakan pengusaha dari Medan dan Bandung itu kepada HK untuk mengelola atau mengurusnya,” ucap Marudut. Pengelolaan lahan oleh HK berlangsung sejak tahun 2014 hingga 2021.
Ketika para pengusaha selaku pemilik tanah tersebut menanyakan terkait berkas dan lahan yang di urus, HK berkilah selalu dalam proses. Akibatnya mulai muncul kecurigaan dari para pemilik tanah tersebut. Ternyata, setelah dilakukan pengecekan ke notaris, semua sertifikat dan berkas sudah diserahkan kepada HK. Namun, setelah dikonfirmasi langsung kepada yang bersangkutan, HK selalu berusaha mengelak.
Upaya kekeluargaan sudah ditempuh namun HK dianggap tidak memiliki itikad baik. Akhirnya, Alpin beserta tiga pengusaha lain membawa kasus ini ke ranah hukum. Setelah adanya penyelidikan dan penyidikan, ada dugaan upaya penggelapan terhadap sertifikat. Penyidik kepolisian akhirnya menetapkan HK sebagai tersangka dan menahannya di Rumah Tahanan Polda Kalteng.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Dodik Mahendra S ketika dikonfirmasi wartawan menjelaskan, bahwa Penuntut Umum lah yang menentukan suatu perkara sudah lengkap memenuhi syarat formil dan materiil serta layak diajukan ke pengadilan.
“Dalam perkara ini Penuntut Umum menilai alat bukti yang diajukan penyidik dalam Berkas perkara (dalam proses penyidikan) belum cukup atau belum kuat, sehingga Berkas Perkara dikembalikan ke penyidik (dengan Petunjuk) untuk di lengkapi (Pasal 110 KUHAP),” kata Dodik Mahendra S.
Menurut Dodik Mahendra S, Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah yang ditunjuk menangani perkara yang dimaksud sudah bertindak sesuai SOP.dre