Daerah  

Cukong Sawit dan Tambang Ilegal Kuasai Hutan Kalteng

*Aktivitas Ilegal di 793 Ribu Ha Hutan Kalteng 

*2,90 Juta Ha Lahan Sawit Indonesia Masuk Kawasan Hutan

 JAKARTA- Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa kawasan hutan seluas 793.515 hektare (ha) di Kalimantan Tengah dikuasai oleh korporasi sawit dan tambang ilegal per 31 Mei 2022.

Riciannya, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, 771.615 ha dikuasai korporasi sawit dan 21.900 ha hutan dikuasai tambang. Hal itu diketahui setelah pihaknya melakukan pemantauan dan pemeriksaan di provinsi tersebut.

“Jadi total korporasi menguasai di situ 793.515 ha,” kata Siti dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Senin (7/6).

Selain korporasi, pihaknya juga menemukan penguasaan lahan di kawasan hutan oleh koperasi, kelompok masyarakat, dan perorangan.

Kelompok masyarakat misalnya, sebut Siti, tercatat membuka penambangan ilegal di kawasan hutan seluas 65.000 ha. Kemudian korporasi tercatat menguasai kurang lebih 21.000 ha.

“Berarti ini penambangan tanpa izin biasanya emas kalau di Kalteng atau mungkin batu bara,” ujarnya.

Di luar itu semua, Siti menyebut ada sekitar 28.561 ha hutan yang juga dimanfaatkan secara ilegal. Namun, pihaknya belum berhasil mengidentifikasi aktornya.

“Belum dapat diidentifikasi 28.561 ha. Kenapa dia tidak berhasil diidentifikasi? Pertama, orangnya dicari cari pas ditemui enggak ada. Kedua, tempatnya juga sangat sulit. Jadi masih terus kita selesaikan,” jelasnya.

Dikuasai Cukong

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan, sekitar 2,90 juta ha lahan sawit Indonesia ternyata masuk kawasan hutan. Dan, tanpa izin bidang kehutanan, juga belum teridentifikasi subjek hukumnya.

Demikian mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK semester-II tahun 2021 bagian Pengendalian dan Pengawasan Penggunaan Kawasan Hutan Tanpa Izin bidang Kehutanan.

Hasil pemeriksaan kepatuhan tersebut menyimpulkan, pengendalian dan pengawasan penggunaan kawasan hutan tanpa izin bidang kehutanan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak sesuai dengan UU No 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dengan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja dalam semua hal yang material.

“Permasalahan tersebut di antaranya hingga tahun 2020, terdapat perkebunan kelapa sawit seluas kurang lebih 2,90 juta ha yang berada dalam kawasan hutan tetapi tanpa izin bidang kehutanan, dan belum teridentifikasi subjek hukumnya. Dan kegiatan pertambangan seluas sekitar 841,79 ribu ha berada dalam kawasan hutan tetapi tanpa izin bidang kehutanan serta belum teridentifikasi subjek hukumnya. Selain itu, dalam areal izin usaha pertambangan (IUP) PT AT terdapat bukaan lahan kawasan hutan tanpa izin seluas kurang lebih 402,38 ha yang dilakukan perusahaan lain,” demikian mengutip IHPS BPK Semester-II 2021 halaman Ringkasan Eksekutif, Senin (6/6/2022).

Disebutkan, akibat dari keberadaan permasalahan terkait keberadaan kebun sawit tersebut adalah potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR) total sebesar Rp20,22 triliun dan US$6,15 miliar belum dapat ditagihkan ke badan usaha.

Selain itu, KLHK belum dapat memproses sanksi administratif atas aktivitas perkebunan yang belum diketahui subjek hukumnya.

Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri LHK agar mengidentifikasi subjek hukum perkebunan
sawit, pertambangan, dan aktivitas lainnya yang berada di dalam kawasan hutan tetapi tanpa izin bidang kehutanan. Memproses penyelesaiannya, serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Selain itu, memproses penyelesaian potensi PNBP penggunaan kawasan hutan.

“Menyusun road map penyelesaian aktivitas perkebunan sawit, pertambangan, dan kegiatan lain yang tanpa izin berada dalam kawasan hutan, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 24/2021,” begitu bunyi rekomendasi berikutnya dari BPK.

Hingga berita ini ditayangkan, pihak KLHK tidak merespons upaya konfirmasi CNBC Indonesia.

Sementara itu, Senior Scientist and Indonesia Deputy Contry Director CIFOR Herry Purnomo mengatakan, angka sawit di dalam kawasan hutan sebenarnya melebihi temuan BPK.

Kondisi tersebut, ujarnya, berdampak buruk bagi keanekaragaman hayati di Indonesia.

“Angka sawit yang di dalam kawasan hutan sekitar 3,5 juta ha, jadi bisa melebihi temuan BPK. Dampak buruknya akan terjadi deforestasi permanen pada areal tersebut, yang sebagian merupakan kawasan konservasi. Deforestasi ini berakibat berkurangnya keanekaragaman hayati, emisi karbon, dan hilangnya hutan sebagai sumber air dan pangan masyarakat,” kata Herry kepada CNBC Indonesia, Minggu (5/6/2022).

Lahan-lahan tersebut, ujarnya, dimiliki oleh rakyat dan perusahaan.

“Rakyat macam-macam, ada rakyat kecil ada rakyat kaya/cukong. (Penguasaan lahan) didominasi rakyat cukong dan perusahaan skala kecil dan menengah/elit lokal,” kata Herry.

Untuk itu, dia menyarankan, jika Menko bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan menginisiasi audit yang diklaim secara besar-besaran di sektor sawit, pemerintah harus menerapkan penegakan hukum bagi perusahaan besar, menengah, dan kecil.

“Fasilitasi buat rakyat yang memiliki luas kurang atau sama dengan 5 ha. Yang punya luas 5 ha lebih harus didaftar. Kalau sekarang 25 ha. Implementasi UU No 18/2013 tentang pemberantasan perusakan hutan,” katanya.

Lebih rinci dia menambahkan, skala prioritas saat melakukan audit harus dilakukan.

“Prioritas bagi perusahaan/wilayah yang mempunyai dan menampung TBS (tandan buah segar) dari wilayah sawit yang di kawasan hutan 3,5 juta ha. Tentu utamanya ada di Sumatera dan Kalimantan. Lanjut ke perusahaan-perusahaan yang belum sertifikat baik RSPO, ISCC, dan ISPO,” kata Herry.

Sebelumnya, Menko Luhut mengatakan akan melakukan audit atas sektor kelapa sawit di Indonesia.

“Audit akan segera dilakukan, mencakup HGU, produksi, hingga kantor pusat. Nanti kita audit semua kelapa sawit yang belum pernah sepanjang sejarah kita lakukan,” katanya saat menghadiri seminar nasional yang digelar Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) yang ditayangkan di kanal Youtube STTAL, Rabu (25/5/2022).

“Segera, awal Juni. Jadi dengan demikian makin tertib,” kata Luhut.

Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Kepmentan No 833/2019 menetapkan, luasan lahan sawit Indonesia. Dimana areal tutupan kelapa sawit Indonesia mencapai 16,38 juta ton. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan penghasil minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO), asal usul minyak goreng (migor).

Produktivitas minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) Indonesia tahun 2019 dilaporkan mencapai 3,97 ton per hektare (ha), lalu turun menjadi 3,9 ton per ha di 2020. Tahun 2021 diproyeksikan naik tipis ke 3,901 ton per ha, dan jadi 3,903 ton per ha di 2022.

“Total luas lahan sawit 16,38 juta ha, luas lahan sawit rakyat itu 6,94 juta ha,” kata Plt Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Ali Jamil saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI bersama BPDPKS, (12/4/2022). Dilansir dari Buletinterkini.com/CNBC Indonesia.

Respon (1)

  1. Yg bikin merusak hutan indonesia adalah oknum pejabat berjamaa’ah di pemerintahan pusat. Ibarat pepatah lama “,Guru kencing berdiri murid kencing berlari” 🥺😭

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.