PALANGKA RAYA/TABENGAN.com – Dinamika Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Palangka Raya (UPR) periode 2022-2026 yang saat ini mengalami penundaan karena dikeluarkannya Surat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) RI melalui Direktorat Jendral (Dirjen) Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Nomor : 0460/E.E1/TP.01.03/2022, terus memunculkan beragam opini dan persepsi dari dari masyarakat, bahkan dari luar Bumi Tambun Bungai.
Seperti yang disampaikan Dr. Yovinus, M.Si. selaku Dosen sekaligus Ketua Pusat Ilmu Studi Pemerintahan, Universitas Jendral Ahmad Yani, dimana ia menjelaskan bahwa Berbagai persepsi, perbedaan pendapat dan sudut pandang serta kepentingan adalah wajar selama dapat dilakukan secara bermartabat dan menjunjung tinggi asas-asas Intelektualitas yang mengedepankan logika, integritas keilmuan serta objektivitas dalam berfikir dan berpendapat tanpa bersikap tendensius atau mendeskriditkan pihak lain.
“Terkait dengan dinamika yang terjadi pada Institusi UPR sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terbesar di Kalteng, bagi kami adalah suatu hal yang biasa sebagai bentuk kebebasan menyampaikan pendapat dan opini secara demokratis. Namun dari segi penyampaiannya tidak boleh bersikap tendensius atau mendeskriditkan pihak lain. Apalagi terhadap tokoh yang dihormati secara luas karena peran dan jasanya bagi perkembangan pembangunan keilmuan dan SDM di Pulau Kalimantan,” ucap Yovinus kepada Tabengan, Kamis (23/6/2022).
Dijelaskan, bahwa pihaknya sangat menghormati apapun yang menjadi persoalan di dalam institusi UPR dan tidak bermaksud untuk ikut campur ataupun melakukan intervensi apapun. Namun yang menjadi persoalan yanki saat ketika Rektor UPR selaku tokoh yang dihormati dan menjadi panutan bagi seluruh Intekektual Suku Dayak terkesan dipojokan dan dipersalahkan secara tendensius.
“Melihat manuver-manuver yang kami baca dalam berita opini saudara Rizky Zulfauzan yang merupakan Dosen Fisif UPR, kami melihat bahwa ada tendensi untuk menghancurkan karakter saudara Dr. Andrie Elia, yang bagi kami tidak dapat diterima dan akan kami bela dengan resiko apapun. Apalagi Dr. Andrie Elia merupakan Ketua DPD Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) Provinsi Kalteng, dimana kami selaku kolega didalam perkumpulan ini memiliki ikatan emosional serta berkomitmen untuk besama-sama membangun SDM manusia Dayak agar dapat sejajar dengan komunitas-komunitas lain di NKRI ini,” ujarnya
Kendati demikian, sambungnya, sebagai sesama akademisi seharusnya bisa menyelesaikan setiap persoalan dengan menjunjung tinggi integritas keilmuan, dimana logika dan ilmu harus bersatu dengan kebijaksanaan serta mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah mufakat sesuai dengan prinsip-prinsip “Huma Betang yang menjadi filosofi luhur suku Dayak di Seluruh Pulau Kalimantan dan dunia.
“Bagi kami, politik kampus adalah politik Ilmu Pengetahuan dan bukan politik kekuasaan. Namun melihat apa yang terjadi terhadap saudara Andrie Elia, kami menyimpulkan bahwa persoalan ini memiliki tendensi menjatuhkan reputasi yang bersangkutan di depan umum atas nama peraturan dan perundang-undangan secara tidak bermartabat dan melanggar prinsip-prinsip musyawarah mufakat untuk menyelesaikan setiap persoalan yang seharusnya dapat diselesaikan secara internal,” tandasnya.
Selain itu, ia menyimpulkan bahwa mengorbankan figur Andrie Elia untuk kepentingan tertentu adalah salah kaprah, mengingat Andrie Elia sudah menyampaikan kepada khalayak luas bahwa beliau tidak lagi mencalonkan diri sebagai Rektor UPR.
“Tudingan yang sampaikan Rizky Zulfauzan kepada yang saudara Andrie Elia terindikasi fitnah dan bermuatan politis. Dalam kapasitas sebagai akademisi Ilmu Pemerintahan, seharusnya Ricky Zulfauzan memahami adanya Diskresi-diskresi tertentu dalam penyelenggaraan sebuah sistem administrasi, dimana seorang pimpinan memiliki kewenangan untuk menerjemahkan sebuah aturan dalam situasi tertentu ketika adanya opsi yang diberikan, tidak diatur secara teknis, tidak lengkap/tidak jelas, ataupun ketika terjadi stagnasi dalam penyelenggaraan administrasi ke pemerintahan termasuk dalam institusi kependidikan,” ” tegasnya.
Selain itu, ia mengimbau Ricky Zulfauzan untuk lebih bijak dalam beropini dan menarik kembali pernyataan-pernyataan yang secara eksplisit maupun implisit telah menjatuhkan martabat Tokoh Dayak yang pihaknya hormati serta meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat luas.
“Sebagai Ketua Umum FIDN, Kita tentu menginginkan suasana yang harmonis, dan jauh dari nuansa prasangka dan pertikaian sebagai sesama anak Borneo yang hidup dalam prinsip-prinsip kearifan lokal dan kaum beradat. Sehingga saya mengimbau agar Ricky Zulfauzan untuk lebih bijak dalam beropini dan menarik kembali pernyataan-pernyataan yang secara eksplisit maupun implisit telah menjatuhkan martabat Tokoh Dayak yang pihaknya hormati serta meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat luas,” pungkasnya. Nvd