Daerah  

MADN: DAD Harus Sanksi Ricky Zulfauzan

*)Beropini Tanpa Etika dan Hukum Bisa Dipidana

PALANGKA RAYA/TABENGAN.comDrs. Yakobus Kumis, M.H. Sekretaris Jendral Majelis Adat Dayak Nasional menyampaikan Maklumat pernyataan sikap Majelis Adat Dayak Nasional.

Dalam Maklumat pernyataan sikap yang terbit Minggu (26/6/2022) Drs. Yakobus Kumis, M.H. Sekretaris Jendral MADN menyorot pada pernyataan Sdr. Ricky Zulfauzan yang dimuat di salah satu media Berita Sampit pada tanggal 22 Juli 2022 yang dianggap menodai dan menjatuhkan kehormatan serta martabat Tokoh Adat Dayak, Dr. Andrie Elia, S.E., M.Si. juga selaku Rektor Universitas Palangka Raya, Ketua Harian Dewan Adat Dayak Kalteng, Ketua Forum Intelektual Dayak Nasional wilayah Kalteng juga Wakil Sekretaris Jendral MADN.

Dalam Pernyataan 2 poin disampaikan yaitu :

  1. Meminta kepada Sdr. Ricky Zulfauzan untuk menyampaikan permohonan maaf.
  2. Meminta Dewan Adat Dayak Kalteng untuk menjatuhkan sanksi dan hukuman adat kepada Sdr. Ricky Zulfauzan.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis (FEB) UPR Drs Darmae Nasir MSi MA PhD mengingatkan, kebebasan mimbar akademik dan beropini dibatasi oleh etika dan hukum yang berlaku. Hal tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1 bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

“Sesuai dengan PP tersebut juga ditetapkan bahwa dosen bisa diangkat untuk tugas tambahan yaitu sebagai pimpinan perguruan tinggi pada institusinya sendiri seperti yang dimandatkan dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (5) PP 37 2009 tersebut. Jadi dosen dengan tugas tambahan bukanlah dosen dengan jabatan negeri seperti yang diartikan oleh Ricky Zulfauzan dalam tulisannya dan dipublikasikan secara luas melalui media massa,” kata Darmae Nasir melalui rilisnya kepada Tabengan, Minggu (26/6/2022).

Ditegaskan, Pasal 20 dan Pasal 21 Permenristekdikti Nomor 42 Tahun 2017, Ricky Zulfauzan diduga hanya berfokus ke pasal mengenai Senat dan juga pasal lainnya berhubungan dengan Pemilihan Rektor.

“Dalam Pasal 20 ditetapkan apa yang dimaksud dengan etika, selanjutnya disebutkan dalam Pasal 21 ditetapkan apa yang disebut mimbar akademik. Dalam tulisan tersebut jelas sekali tampaknya hanyalah sebuah bentuk opini. Namun, jangan lupa untuk opini yang disampaikan ke publik, apalagi melalui perangkat ITE, ada undang-undang lain yang membatasi kita terutama UU ITE dan UU Pidana (KUHP), sehingga saya sebagai pendidik di UPR Raya merasa perlu untuk menyampaikan beberapa hal kepada penulis,” ujarnya.

Dijelaskan pula, penyebutan nama lengkap seseorang di berita publik yang dianggap oleh Ricky Zulfauzan sebagai person yang tidak berhak atau bermasalah dalam kedudukan serta haknya sehubungan dengan kedudukannya dalam Senat Universitas, adalah sesuatu yang berlebihan dan patut diduga merupakan sebuah perbuatan yang disebut sebagai perbuatan melawan hukum khususnya Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik yaitu perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang dimaksudkan agar hal itu diketahui umum.

“Hal ini bisa saja akan menjadi sebuah mimpi buruk buat si penulis yang dengan tergesa-gesa tidak melakukan cek dan ricek kepada Senat UPR mengenai bagaimana proses yang dijalani, sehingga anda dengan premature menyatakan bahwa ada 8 orang tersebut bermasalah dalam kedudukannya sebagai anggota Senat. Apalagi mereka bukanlah orang kriminal, bahkan sesuai etika, yang sudah dinyatakan melanggar hukum sesuai dengan keputusan pengadilanpun namanya tidak ditulis lengkap? Sehingga yang patut dipertanyakan sekarang adalah apa niat penulis dengan menyiarkan kepada publik nama-nama tersebut?” tandasnya.

Kendati demikian, sambungnya, 8 orang yang disebutkan dalam opini atau Ricky Zulfauzan, sebagai seorang yang mengerti yang disebut metode ilmiah, sebagai seorang ilmuwan, sebagai dosen, seharusnya sebelum hal tersebut disiarkan kepada publik, sudah mempunyai data yang valid dan reliable bagaimana prosesnya, sehingga 8 nama tersebut ditetapkan sebagai bagian dari Senat dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

“Tentunya mereka semua ditetapkan melalui mekanisme yang ada dan saya yakin pastilah melalui proses yang semestinya sesuai dengan aturan internal yang berlaku dan disepakati dalam Senat UPR. Jadi mohon lakukanlah full bucket istilah hukumnya, barulah penulis bisa punya opini. Namun sekali lagi, harusnya dipertimbangkan dengan baik, hak hukum seseorang, karena kalau tergesa-gesa, itu juga bisa membuat penulis menjadi orang yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum,” cetusnya.

Dalam tatanan hukum Indonesia, terdapat perihal musyawarah untuk mufakat. Prinsip inilah yang telah dilalui oleh Senat UPR sehingga 8 orang tersebut ditetapkan sebagai anggota Senat dalam kedudukan dan haknya masing-masing.

Karena itu, Darmae mengingatkan kepada Ricky Zulfauzan agar beropini dengan bijak dan memahaminya dengan baik isi dan tujuan dari opini tersebut. Apalagi dalam tataran pemerintahan ada yang disebut diskresi dan kebijakan yang tentunya dipertimbangkan. Karena ini dalam Senat UPR, sehingga ia merasa proses musyawarah mufakat telah dilakukan.

“Itulah demokrasi Indonesia sebenarnya. Harapan saya mari kita sama-sama menjaga marwah UPR di depan publik, terlebih juga penghormatan kita terhadap Senat termasuk dengan para anggotanya. Marilah berlaku akademis bukan politis atau malah berpolitik praktis. Di sini saya menggunakan hak saya sebagai dosen UPR, saya tidak ingin 8 anggota Senat dimaksud dirugikan nama baiknya,” pungkasnya. nvd

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.