Mambang I Tubil: Ini Bisa Termasuk Melecehkan Adat
PALANGKA RAYA./TABENGAN.com – Dua warga berinisial TA dan SL saat ini melakukan praperadilan melawan Penyidik Polda Kalteng melalui Pengadilan Negeri Sampit. Keduanya mengaku menerima uang Rp15 juta dari perusahaan PT GST sesuai surat kesepakatan adat yang mereka tanda tangani bersama di Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Seruyan Tengah-Batu Ampar, namun kemudian Polisi justru menetapkannya sebagai tersangka pemerasan.
Ketua Harian Wilayah DAD Prov Kalteng yang juga Ketua Harian DAD Kota Palangka Raya, Dr Mambang I Tubil SH MH, menyayangkan apabila benar penetapan tersangka terjadi setelah pemenuhan kesepakatan adat.
“Bisa termasuk melecehkan adat, dikenakan sanksi adat dia tidak patuh dengan dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Itu sudah selesai kecuali salah satu pihak tidak mematuhinya bisa digugat perdata, bukan pidana,” tegas Mambang.
Mambang yang memegang Sertifikat Mediator dari Mahkamah Agung RI itu menyatakan, Kesepakatan Perdamaian Adat dapat dilaksanakan oleh Lembaga Adat seperti DAD untuk mewujudkan harmonisasi dan keadilan masyarakat. “Dalam filosofi Budaya Huma Betang, disamping tugas supervisi dan kordinasi terhadap lembaga adat dibawahnya, karena tugas pokok DAD membantu pemerintah dalam pembangunan dan mewujudkan ketentraman masyarakat,” terang Mambang.
Sehingga tidak semua permasalahan adat harus dilakukan ajudikasi melalui sidang adat melalui tugas Damang. Dia memandang penyelesaian melalui kesepakatan perdamaian adat justru lebih baik dan sifatnya mengikat para pihak, oleh karena kesepakatan hukum adat tidak diproses hukum kecuali kausal tidak memenuhi sharat diatur dalam kesepakatan.
Prinsip kesepakatan perdamaian adat selalu dikedepankan oleh DAD dalam penyelesaian konflik sosial, karena tujuannya untuk mengembalikan keseimbangan pada masyarakat Kalteng dalam kerangka dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Hal itu sejalan dengan kebijakan keadilan restoratif dan konsensus pembentukan bangsa indonesia, yaitu melindungi bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dari Sabang sampai Marauke dengan budaya dan adatnya.
Dengan demikian penerapan hukum harus sedapat mungkin mempertimbangkan adat istiadat di daerah, tidak cukup memahami pasal-pasal undang undang saja. Apalagi kalau suatu tindak pidana yang memiliki hubungan dengan hak hak adat masyarakat hukum itu yang disebut keadilan masyarakat.
Mambang berpendapat, penyelesaian kesepakatan perdamaian adat dapat terlaksana melalui DAD kabupaten, kota, dan provinsi. “Karena prosesur penyelesaian adat melihat dari subjek pelanggaran dalam kriteria Basara Hai. Kalau subjeknya perorangan atau korporasi juga domain DAD baru dibentuk Hakim Adat sebagai hakim ajudikasi oleh DAD setelah tidak terdapat kesepakatan perdamaian adat,” pungkas Mambang. dre