IHSG Menguat 0,32% di Awal Pekan: Sentimen Deviden dan Suku Bunga Acuan BI

Deny Budianto

IHSG Menguat 0,32% di Awal Pekan: Sentimen Deviden dan Suku Bunga Acuan BI

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan kekuatannya pada penutupan perdagangan saham Senin (13 Maret 2023) dengan mengalami penguatan. Penguatan ini dipicu oleh sentimen positif seputar pembagian deviden serta potensi penahanan suku bunga acuan Bank Indonesia, BI 7 Days Repo Rate. Investor asing turut serta dalam penguatan IHSG dengan mencatatkan pembelian bersih saham senilai Rp29,81 miliar.

Kenaikan IHSG ini mencerminkan sedikitnya dampak gejolak ekonomi global terhadap Indonesia. Seiring dengan itu, perhatian pasar terfokus pada perkembangan keuangan Silicon Valley Bank (SVB), salah satu bank terbesar di AS yang mengalami kebangkrutan. Kegiatan SVB yang runtuh menimbulkan kekhawatiran akan potensi krisis keuangan global, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2008.

IHSG Menguat 0,32% ke Level 6.786,955 di Awal Pekan

Pada penutupan perdagangan Senin, 13 Maret 2023, IHSG mencatat penguatan sebesar 0,32% atau 21,65 poin, mencapai level 6.786,955. Kinerja positif ini didominasi oleh saham sektor energi yang mengalami peningkatan. Penguatan IHSG terjadi beriringan dengan pemulihan harga saham komoditas, yang didorong oleh kenaikan harga batubara dan emas.

OJK Yakin Ambruknya SVB Tak Berdampak ke Perbankan Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini bahwa penutupan SVB oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat tidak akan berdampak secara langsung terhadap perbankan Indonesia. OJK menyatakan bahwa perbankan Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang kuat dan stabil.

Baca Juga :  Saham Gojek Tokopedia Melayang Hingga 56,7 Persen, Jadi Pendukung Utama Kenaikan IHSG

Dalam pernyataannya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa perbankan Indonesia tidak memiliki keterkaitan bisnis, fasilitas kredit, atau investasi dalam produk sekuritisasi SVB. Selain itu, bank-bank di Indonesia berbeda dengan SVB dan bank-bank di AS secara umum, karena tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan teknologi startup maupun mata uang kripto.

Dian menegaskan, “OJK berharap agar masyarakat dan industri tidak terpengaruh oleh spekulasi yang beredar di masyarakat.” Menurutnya, Indonesia telah melakukan langkah-langkah fundamental untuk memperkuat lembaga keuangan, infrastruktur hukum, tata kelola, dan perlindungan konsumen perbankan. Kinerja likuiditas perbankan Indonesia juga terjaga dengan baik.

Tingkat AL (Alat Likuid) terhadap NCD (Non-Core Deposit) dan AL (Alat Likuid) terhadap DPK (Dana Pihak Ketiga) saat ini jauh melebihi ambang batas yang telah ditetapkan, masing-masing sebesar 129,64% dan 29,13%. Aset perbankan juga terdiversifikasi dengan baik, terutama oleh Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi oleh rekening giro dan tabungan (CASA), yang cenderung kurang rentan terhadap perubahan suku bunga. Saat ini, tidak ada bank umum di Indonesia yang tergolong sebagai “Bank Dalam Resolusi,” yang berarti mereka tidak menghadapi kesulitan keuangan yang serius dan tidak dapat pulih.

Baca Juga :  Hari Ini IHSG Berpotensi Menguat, Berikut Rekomendasi Saham yang Bisa Dibeli

BI Diperkirakan Tidak Akan Kerek Suku Bunga

Meskipun Federal Reserve Amerika Serikat (AS) telah memberikan sinyal hawkish dengan mengindikasikan potensi kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin bulan ini, sejumlah analis meyakini bahwa Bank Indonesia tidak akan mengikuti langkah tersebut. Gubernur BI, Perry Warjiyo, telah menegaskan bahwa kenaikan suku bunga acuan yang telah dilakukan sejauh ini sudah cukup untuk menjaga stabilitas dalam negeri.

Kenaikan suku bunga acuan BI kembali akan menimbulkan ketidakpastian di pasar dan berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75% hingga akhir tahun 2023.

China Membuka Lebar Batas Negaranya

Pemerintah China baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk melanjutkan penerbitan semua jenis visa untuk orang asing mulai 15 Maret. Selain itu, China juga akan melanjutkan kebijakan bebas visa untuk beberapa tempat, seperti Pulau Hainan dan kapal pesiar yang berlabuh di Shanghai. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya China untuk memulihkan ekonominya dari dampak pandemi Covid-19.

AS, Inggris, dan Australia Sepakat Bangun Armada Kapal Selam Nuklir

AS, Inggris, dan Australia telah mencapai kesepakatan untuk membentuk sebuah armada kapal selam bertenaga nuklir yang akan berpatroli di Samudra Pasifik. Tujuannya adalah untuk mengendalikan ekspansi China di Laut China Selatan dan sekitar Taiwan.

Baca Juga :  Hari Ini IHSG Berpotensi Menguat, Berikut Rekomendasi Saham yang Bisa Dibeli

Kesepakatan ini berpotensi meningkatkan ketegangan antara AS dan China. Dalam kerangka kesepakatan ini, AS akan menjual lima kapal selam kelas Virginia ke Australia dalam dua dekade mendatang. Selain itu, London juga akan mengirimkan kapal selam generasi berikutnya. Meskipun kapal-kapal ini bertenaga nuklir, namun mereka tidak akan membawa rudal nuklir, sejalan dengan status Australia sebagai negara non-nuklir.

Also Read

Tags