PKS Minta Pemerintah Berantas Mafia Minyak Goreng Berbasis Wilayah

Redaksi

PKS Minta Pemerintah Berantas Mafia Minyak Goreng Berbasis Wilayah

Corong Nusantara – Anggota Komisi 7 DPR RI Mulyanto mendesak pemerintah melakukan pemberantasan peran dan pengaruh mafia minyak goreng berbasis wilayah.

Menurutnya, pemerintah harus berani membuat kebijakan tegas menyeluruh, tetapi berbasis wilayah, sebuah kebijakan yang memadukan pendekatan industri, tata niaga dan pengawasan.

“Strategi ikan busuk, yakni memulainya dari kepala. Karena ikan membusuk dimulai dari kepala. Ini penting karena selama ini kebijakan migor yang ada dan gagal terkesan bersifat parsial dan sektoral. Kita tidak ingin masalah migor ini berlarut-larut terus. Masih banyak persoalan lain yang perlu mendapat perhatian,” kata Mulyanto kepada wartawan, Senin (30/5/2022).

Wakil Ktua FPKS DPR RI menambahkan, dengan pendekatan wilayah data produksi, konsumsi, dan harga, setiap wilayah dapat dipetakan ke wilayah yang paling rentan seperti Jambi, DKI Jakarta, dan Kalimantan Selatan.

“Daerah-daerah ini satu per satu harus dibebaskan dari cengkeraman mafia migor,” katanya.

Mulyanto menjelaskan suatu daerah disebut paling rawan atau rawan mafia migor karena tingkat potensi ketersediaan migor di daerah tersebut tinggi, namun di lapangan justru harga migornya jauh di atas HET.

“Ini kan kontradiktif. Misalnya Jambi, kapasitas produksi migornya lebih dari 20 kali lipat dibanding jumlah konsumsinya. Namun harga migor di sana masih bertengger di angka Rp18.000 per kilogram. Padahal daerah sekelasnya, yakni Sumatera Barat, harga migor sudah Rp15.600 pe kilogram,” kata dia.

Baca Juga :  Polri Bakal Konfirmasi Mendag Mengenai Nama-nama Calon Tersangka Mafia Minyak Goreng

Selanjutnya DKI Jakarta, kapasitas produksi migor adalah 7 kali lipat dari total konsumsi.

“Harga migor di DKI masih sebesar Rp19.850 per kilogram. Padahal Banten dan Jawa Barat, yang merupakan wilayah produksi migor yang sama, memiliki harga migor curah masing-masing sebesar Rp16.750 dan Rp18.400 per kilogram,” tambahnya

Dia membandingkan dengan NTB, yang tidak memiliki kapasitas produksi, namun harga migor curahnya Rp19.750, atau sedikit di bawah harga migor curah di DKI.

Sementara Kalimantan Selatan dengan kapasitas produksi migor sepuluh kali lipat dibanding jumlah konsumsinya.

Namun harga migor curah di sana masih tinggi di angka Rp18.600 per kilogram.

Sementara daerah sekelasnya, yakni Kalimantan Barat, harga migor sudah Rp15.600 per kilogram.

“Kondisi ini memperlihatkan bahwa potensialitas produksi migor yang tinggi, tidak menghasilkan aktualitas implikasi pada keberlimpahan dan keterjangkauan harga migor. Berarti ada persoalan di sisi distribusi,” tandas Mulyanto.

Also Read