PALANGKA RAYA/Corong Nusantara- Penyebaran Covid-19 di Kota Palangka Raya tak kunjung reda. Buktinya, hingga 13 Februari 2021, sebanyak 14 kelurahan atau 46,6 persen berada pada zona merah. Kemudian 10 kelurahan atau 33,3 persen zona kuning, dan 6 kelurahan atau 20 persen berada dalam zona hijau alias tanpa ada sebaran kasus dalam 14 hari terakhir.
“Kecamatan dengan kelurahan zona merah terbanyak yakni Kecamatan Pahandut dengan 5 kelurahan dan paling sedikit dengan 0 zona merah Kecamatan Rakumpit. Zona kuning terbanyak di Kecamatan Bukit Batu dengan 4 kelurahan dan zona hijau terbanyak di Kecamatan Rakumpit dengan 4 kelurahan,” ungkap Emi Abriyani, Ketua Harian Tim Satgas Covid-19 Kota Palangka Raya, Sabtu (13/2/201).
Sementara untuk perkembangan kasus sendiri, jelas Emi, per 13 Februari 2021 telah tercatat 2.870 kasus konfirmasi positif Covid-19 dengan penambahan 8 kasus, 403 orang dalam perawatan dengan pengurangan 21 orang, 2.357 jiwa yang sembuh dengan penambahan 28 jiwa, dan 110 meninggal dunia dengan penambahan 1 kasus.
“Hingga saat ini, skor Rate of Transmission (RT) kita berada di angka 1,13 yang berarti 1 orang yang terinfeksi memiliki kemampuan menularkannya kepada 1,13 orang lainnya. Dalam 2 pekan terakhir, berkisar pada angka 1,02 sampai 1,22. Ini yang berusaha kita tekan agar skor RT bisa berada di bawah 1 dan mendekati 0, agar bisa kembali ke zona hijau. Caranya ya dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan,” ujar Emi.
Langgar Perwali
Begitu banyak upaya yang telah diterapkan Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya melalui Tim Satgas Covid-19 selama setahun sejak merebaknya pandemi, untuk menekan tingkat sebaran dan mengendalikannya. Sebut saja, pembatasan kegiatan masyarakat seperti PSBB, PSKH dan PPKM, hingga penegakan yustisi melalui Perwali 26/2020 untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mematuhi protokol kesehatan sebagai langkah cepat memutus mata rantai sebaran Covid-19.
Emi menuturkan, khusus untuk penegakan Perwali 26/2020 melalui operasi yustisi, sejak diterapkan pada 14 September 2020 silam telah tercatat 8.318 pelanggaran prokes baik yang dilakukan oleh masyarakat hingga pelaku usaha.
Dijelaskannya, hingga 13 Februari 2021, mayoritas pelanggaran didominasi oleh pelanggarn perorangan tak memakai masker sebanyak 7.401 pelanggar atau 88,84 persen yang mendapatkan sanksi kerja sosial dan denda administrasi. Kemudian sisanya merupakan pelanggaran pada tempat usaha, fasilitas umum dan kegiatan masyarakat.
Khusus untuk pelanggaran prokes pada tempat usaha, Emi merasa cukup prihatin. Sebab, pasca-selesainya pemberlakukan PPKM pada 31 Januari, para pengelola dan pengunjung seakan abai akan pentingnya prokes. Kini, mulai ditemukan lagi kerumunan-kerumunan yang tak memerhatikan social distancing, bahkan sudah banyak yang nongkrong di kafe tanpa menggunakan masker.
“Setiap malam kita berkeliling lakukan pemeriksaan prokes di kafe dan tempat hiburan serta pusat keramaian lainnya. Seperti Sabtu (13/2) malam ini, beberapa kafe yang kami datangi tampak begitu banyak pengunjung yang tak menerapkam social distancing. Jadi kami berikan teguran lisan, dan apabila ditemukan pelanggaran yang sama dikemudian hari, maka akan langsung kami tindak dengan teguran tertulis atau denda administrasi,” ujar Emi.
Diakuinya, dalam setahun ini kecenderungan masyarakat untuk mematuhi prokes cenderung fluktuatif. Saat diberlakukannya pembatasan, kesadaran masyarakat akan meningkat. Sebaliknya, saat pembatasan berakhir maka kesadarannya menurun.
“Kami menilai penerapan prokes dan Perwali itu yang harus betul-betul dilaksanakan. Kami berharap agar pengelola tempat usaha dan pengunjung agar patuh prokes. Ada beberapa tempat usaha yang bagus penerapan prokesnya, dan ada yang tidak. Mengapa tidak mencontoh mereka yang sudah taat sebagai bentuk kepedulian terhadap keselamatan bersama,” jelas Emi. rgb
