PUPR: Pengaturan Kendaraan Tonase Besar Kewenangan Perhubungan
PALANGKA RAYA- Beberapa ruas jalan di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mengalami kerusakan yang cukup parah. Bahkan di beberapa tempat, seperti jalan Palangka Raya menuju Kabupaten Gunung Mas, kendaraan antre panjang karena kondisi jalan rusak parah dan sulit dilewati.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalteng H Shalahuddin menyampaikan, salah satu penyebab kerusakan jalan di Kalteng karena mobilitas kendaraan bermotor cukup tinggi. Belum lagi kendaraan dengan angkutan tonase di luar batas ketentuan, bahkan ada yang dimensi kendaraannya cukup besar muatan juga banyak.
“Biaya perbaikan jalan itu luar biasa. Angkutan itu kan muatan tonasenya maksimal 8 ton, sementara yang lewat berapa ton tronton-tronton itu, tidak pusinglah kepala kita? Tentunya dengan lintasan harian rata-ratanya banyak sekali. Ditambah jumlah kondisi beban berulang-ulang maka jalan cepat rusak. Seharusnya umur jalan dipakai 5 tahun, ini 8 bulan sudah hancur jalannya,” kata Shalahuddin, Selasa (22/6).
Pengaturan kendaraan bertonase lebih dan dimensi kendaraan besar itu kewenangannya di Perhubungan, sementara PUPR hanya sekadar imbauan. Sesuai dengan UU seharusnya perkebunan dan tambang itu memiliki jalan khusus. Namun, melihat kondisi seperti saat ini hal itu tidak mungkin, dari dulu pertimbangannya itu agar perekonomian di Provinsi Kalteng itu tetap berjalan.
Menurut Shalahuddin, biaya perawatan jalan setiap tahun, paling tidak yang dinas provinsi idealnya itu. Seharusnya kalau anggaran itu Rp2 triliun, maka minimal 30 persennya itu untuk perawatan yang berkala. Artinya Rp300-600 miliar setahun biaya yang dibutuhkan. Berbeda dengan di kota besar, sudah daerah industri, masuk jalan tol harus bayar baru bisa dilewati.
“Cara berpikirnya seperti itu, kadang-kadang perusahaan tidak memikirkan itu, bahkan jalan sudah rusak pun dihantam saja terus,” imbuh Shalahuddin.
Ke depan perlu ada kontribusi dari perusahaan besar swasta yang ada di Kalteng. Paling tidak, ada berkontribusi untuk perawatan jalan. Misalnya satu perusahaan menyumbang per tahun sekian miliar digunakan khusus untuk merawat jalan. Uangnya jelas masuknya ke kas daerah.
Kalau perusahaan bikin jalan sendiri berapa miliar biaya yang diperlukan. Misalnya jarak 1 km dengan biaya Rp1 miliar, belum lagi pembebasan lahan, konstruksinya mulai dari timbun, pengerasan dan aspal sudah bisa Rp10 miliar, belum lagi ditambah ganti rugi pembebasan lahan, dikalikan berapa kilometer ruas jalannya, uang yang dikeluarkan cukup banyak.
“Paling tidak, pemerintah dibantulah untuk pemeliharaan jalan, supaya dana yang tidak terlalu besar ini, kadang tidak bisa tertangani semua ruas jalan yang rusak, lihat prioritasnya. Kalau ada bantuan pihak ketiga paling tidak menambah lagi, kalau namanya bantuan ini merekalah silakan mengaturnya. Sampai sekarang ini belum ada, mereka tahu pakai saja jalan, kadang ada juga mobil pelat luar Kalteng lewat,” kata Shalahuddin.
Shalahuddin berharap adanya jalan keluar. Apalagi sekarang sumbangan pihak ketiga itu dilegalkan. Kalau semua perusahaan memberikan sumbangan, maka semua jalan rusak di Kalteng ini membantu pemerintah menambah ketersediaan anggaran untuk rawat jalan rusak. yml