PALANGKA RAYA/Corong Nusantara – Sejak pemberitahuan diberlakukan terkait jalur Bukit Liti-Bawan-Kuala Kurun tidak boleh dilewati angkutan perkebunan, pertambangan dan kehutanan pada tanggal 23 Juli 2021 lalu, berdasarkan laporan sejumlah warga, diduga masih ada sejumlah truk kayu yang melintas bebas dengan angkutannya serta masih terlihatnya truk pengangkut batu bara yang terbalik sehingga membuat macet jalur tersebut.
“Tugasnya pemerintah adalah memastikan kebijakan yang berkelanjutan dan menjalankan penegakan hukum dalam hal pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan,” tegas Arie Rompas, Team Leader Forests Campaigner di Greenpeace, Kamis (19/7).
Sementara itu, tambah Arie, terkait dengan pengangkutan kayu selain memperjelas regulasi pelarangan di jalan umum dan mengimplemetasikan aturan yg dibuat gubernur secara konsisten, perlu juga mengidentifikasi legalitas izinnya, termasuk legalitas kayu melalui Sistem Legalitas Verifikasi Kayu ( SLVK).
“Jadi, truk kayu yang melintas harus pula diperiksa legalitas asal kayunya. Hal ini untuk memastikan bahwa sumber kayunya berasal dari lokasi yang legal,” tegas mantan Ketua Walhi Kalteng ini.
Masalah ini, katanya, tentu harus melibatkan banyak instansi yang berbeda tupoksi. Misalnya, untuk kayu menjadi tugas Gakum KLHK untuk memastikan dokumen legalitas kayu, sementara untuk penggunaan jalan seharusnya membuat Perda karena ini untuk jangka panjang. Sedangkan pemeriksaan tonase kapasitas muatan seharusnya da di Dinas Perhubungan atau instansi yang terkait. Atau Gubernur dan Bupati segera membuat tim gabungan karena ini sudah meresahkan warga,” paparnya seraya menambahkan perlu adanya penanganan untuk jangka pendek dan jangka panjang, jika mendesak perlu adanya pos terpadu satu atap yang di dalamnya banyak instansi terkait.
Jika kebijakan itu tidak serius dilaksanakan, kata Arie, maka ancaman nyata itu banjir, karena kapasitas daya tampung lingkungan yang menurun apalagi wilayah Kabupaten Gunung Mas merupakan wilayah hulu yang juga merupakan tangkapan / penyerap air untuk DAS Kahayan. Kalau itu rusak , akan mengancam penduduk yang tinggal di bantaran sungai termasuk warga Kota Palangka Raya yang merupakan ibukota provinsi. Untuk jangka panjang akan meningkatkan kepunahan biodiversitas dan mendorong krisis iklim,” ujarnya.
Arie menyebutkan bahwa pengumuman memang harus dikeluarkan, itu kebijakan dan harusnya memuat sanksi agar ada efek jeranya. “Jika keberadaan kebijakan itu tetap lemah dan masyarakat masih tetap dirugikan, artinya pengumuman itu cuma lips service aja dan implementasinya kosong,” tandasnya.dor