PALANGKA RAYA/Corong Nusantara – Menanggapi tudingan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangka Raya secara tidak sah menerbitkan sertifikat tanah pada kawasan hutan untuk kliennya, membuat Adi selaku Kuasa Hukum Tergugat Intervensi menyampaikan klarifikasi.
“Sertifikat Hak Milik (SHM) klien saya terbit sebelum adanya Undang-Undang (UU) No 41/1999 tentang Kehutanan. Undang-undang tersebut tidak berlaku surut,” tegas Adi, Minggu (23/1).
Berawal dari sengketa lahan di Jalan Yos Sudarso Ujung Kota Palangka Raya antara Aya Rika, Harison Limin, Ernie, dan Ana selaku pemilik Surat Pernyataan Tanah (SPT) melawan Meisy Eva Faridha dan Ester Loto selaku pemilik SHM.
Aya Rika dan kawan-kawan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya menggugat BPN Palangka Raya selaku Tergugat untuk mencabut atau membatalkan SHM atas nama Ester Loto dan Meisy Eva Faridha selaku Tergugat Intervensi. Alasannya, karena wilayah tersebut masuk dalam kawasan hutan sehingga terbitnya SHM melanggar UU No 41/1999 tentang kehutanan.
Menurut Adi, SHM milik kliennya terbit pada 29 Maret 1999, sedangkan UU No 41/1999 terbit tanggal 30 September 1999. Pasal 24 ayat 2 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan mengakui adanya SHM sebelum pemancangan batas sementara kawasan hutan.
Adi berpendapat UU tentang kehutanan tidak termasuk dalam dua UU yang berlaku surut atau retroaktif. “Hanya ada dua UU yang menganut asas retroaktif yakni UU tentang Terorisme dan UU tentang Hak Asasi Manusia,” yakin Adi.
Selain itu, berdasar hasil Pemeriksaan Setempat (PS) oleh PTUN Palangka Raya pada perkara Nomor 31 PTUN Palangka Raya, gugatan Para Penggugat cacat formil karena Penggugat IV Ana tidak memilik tanah diobjek sengketa karena sudah dijual kepada Penggugat III Harison Limin.
“Penggugat IV Ana tidak memiliki legal standing untuk ikut menggugat sebab sudah tidak memiliki hak tanah diatas objek sengketa. Akibatnya gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima,” ujar Adi. Sedangkan untuk perkara nomor 32 PTUN, gugatan Para Penggugat Kabur atau obscuur libel karena tanah SHM milik Esther Loto selaku Tergugat II Intervensi menunjukan tidak tumpang tindih dengan tanah para Penggugat. “Maka gugatan Penggugat cacat formil karena letak objek gugatan kabur,” sebut Adi.
Dia juga menyebut berbagai kejanggalan mulai dari letak tanah, arah tanah, hingga identitas saksi.
“Kesimpulannya, data yuridis, fisik, asal-usul, dan gambar tanah milik penggugat adalah salah. Sedangkan milik Tergugat tidak mengikat terhadap UU Kawasan Hutan yang lahir dari UU kehutanan. Karena SHM Tergugat sudah lebih dulu terbit sebelum lahirnya UU kehutanan, sehingga aturan kawasan hutan yang baru lahir tidak bisa berlaku surut dengan mencoba mengatur SHM yang lebih dulu terbit dari pada aturan kawasan hutan itu sendiri,” pungkas Adi. dre