Corong Nusantara – Seorang pengasuh pondok pesantren di Wonosegoro, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang, Jawa Tengah ditangkap karena diduga mencabuli santriwatinya.
Kasus pencabulan terungkap setelah lima santriwati melaporkannya ke polisi, Minggu (2/4/2023).
Jumlah korban bertambah menjadi delapan santriwati yang mengaku mendapat tindakan asusila dari pengasuh pondok pesantren.
Polres Batang menindaklanjuti laporan tersebut dengan menangkap pelaku dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di dalam pondok pesantren, Rabu (5/4/2023).
Kapolres Batang, AKBP Saufi Salamun melalui Kasihumas Polres Batang, AKP Busono mengatakan proses olah TKP berlangsung dari jam 08.30 WIB hingga 13.30 WIB.
“Terkait kasus tersebut (dugaan percabulan), benar, terjadi. Saat ini, masih dalam penyelidikan kami untuk selanjutnya, kalau sudah terang benderang akan kami sampaikan.”
“Tunggu, ya, akan ada pers rilis,” paparnya, Rabu (5/4/2023.
Sejumlah barang bukti yang diamankan dari TKP yakni alas lantai, sejumlah pakaian dan kasur.
Petugas juga melakukan visum terhadap sejumlah santriwati dengan didampingi Dinas Kesehatan dan Tim Dokkes Polres Batang.
Modus Nikah Siri
Seorang santriwati yang menjadi korban pencabulan berinisial S (16) menjelaskan modus yang digunakan pengasuh pondoknya.
Menurutnya pengasuh ponpes menikahi para santriwati secara siri agar dapat mencabuli para korban.
Pelaku mengincar para santriwati yang berparas cantik untuk dijadikan istri siri.
Para korban dipanggil ke dalam sebuah ruangan dan dinikahi secara siri untuk mencegah nasib sial.
Pernikahan siri tersebut tidak didampingi saksi sehingga hanya ada pelaku dan korban di dalam ruangan.
“Hanya bersalaman, lalu mengucap ijab kabul,” jelasnya.
Ia mengaku telah tiga kali dicabuli oleh pelaku yang dilakukan di dalam lingkungan pondok pesantren.
Sementara itu, Kades setempat, Solichin membenarkan ada pengasuh pondok pesantren di lingkungannya yang ditangkap polisi.
Solichin tidak begitu mengenal pelaku dan hanya bertemu ketika salat Jumat.
Warga setempat tidak ada yang memondokkan anaknya ke pesantren tersebut karena tidak cocok dengan peraturan yang diberlakukan.
“Santrinya dari luar (dari luar Wonosegoro) semua, warga sini gak ada yang mondok di sini.”
“Rata-rata, dari luar dari daerah Batang, Pekalongan, kebanyakan dari Pekalongan, Kajen,” terangnya.