PALANGKA RAYA/Corong Nusantara– Sekolah tatap muka direncanakan boleh dilaksanakan di beberapa daerah di Kalimantan Tengah (Kalteng), asalkan memenuhi sejumlah persyaratan demi keamanan murid, guru, maupun pedagang yang menjajakan dagangannya di sekitar lingkungan sekolah.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Kalteng dr Ni Made Yuliari SpA menyampaikan, sudah ada kesepakatan antara Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan IDAI tentang sekolah tatap muka, namun perlu diperhatikan sejumlah persyaratan agar di sekolah tidak terjadi ledakan kasus penularan virus Corona.
“Silakan menggelar sekolah tatap muka, tapi persyaratannya harus dipenuhi. Misalnya, diusahakan semua gurunya sudah divaksinasi, sehingga ada kekebalan terhadap virus Corona, menerapkan prokes dengan benar,” kata Made, Rabu (23/6/2021).
Menurut dokter spesialis anak di RSUD dr Doris Sylvanus ini, murid harus pakai prokes dengan benar. Dalam satu kelas jumlahnya jangan banyak, tidak harus penuh. Kemudian waktu belajarnya jangan dari pagi sampai sore. Ruang kelasnya memiliki ventilasi udara yang bagus, bila perlu di ruang terbuka. Tempat cuci tangan, kamar mandi dan toilet diperhatikan dengan benar.
Persyaratan itu, lanjut Made, memang harus disikapi dan coba dijalankan. Kalau nantinya terjadi ledakan kasus, maka akan diambil kebijaksanaan lebih lanjut. Dia bersama tim IDAI belum pernah turun langsung ke lapangan melihat ke sekolah, apakah sudah dipenuhi atau belum persyaratan ini. Nanti yang sidak ke sekolah itu Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan pengawasnya.
Sementara itu, kasus positif pada anak di Kalteng setiap minggu pasti ada. Penyebabnya anak-anak tertular dari orang tuanya karena ada kontak erat, setiap minggu selalu ada kasus. Namun, dari minggu ini terjadi penurunan di seluruh wilayah Kalteng.
“Kami IDAI kan merekap data seluruh Kalteng. Tapi syukurlah kematiannya tidak ada. Dan minggu ini kasusnya mulia menurun. Dulu saja ada satu kasus kematian itu pun karena kasus asfiksia berat. Data per minggu dijumlahkan kasusnya tidak terlalu tinggi. Kasus positif 3-4 persen dari jumlah kasus orang dewasa,” imbuh Made.
IDAI juga mendesak ke depan sudah ada vaksinasi untuk usia di bawah 18 tahun, agar anak-anak juga terlindungi. Namun, mereka juga menyadari masih memerlukan beberapa tahapan pengujian dan penelitian lebih lanjut dan membutuhkan waktu yang panjang. Sementara ini anak di atas usia 2 tahun mungkin sudah bisa memakai masker dengan benar, kalau yang di bawah 2 tahun cukup di rumah saja.
Sementara itu, ahli epidemiologi di Kalteng menyarankan penerapan sekolah tatap muka harus hati-hati karena kasus Covid-19 di Kalteng masih tinggi dan varian Delta sudah masuk di Kalteng. Varian tersebut dinilai paling ganas di antara semua varian yang ada. Selama vaksin masih belum mencapai 70 persen jumlah populasi, maka tatap muka itu akan menjadi sesuatu yang berbahaya.
“Tetapi untuk generasi bangsa kita, sekolah tatap muka bisa tapi dengan strategi tertentu. Artinya tidak seperti sebelum pandemi, hanya dalam jumlah yang sedikit dan hanya untuk yang penting. Kemudian anak-anak itu tidak diperkenankan istirahat bermain, kalau bisa sekolah paling lama satu jam pelajaran habis itu pulang. Teknik pembelajarannya diubah seperti itu,” kata Ketua Perhimpunan Cabang Ahli Epidemiologi (PAEI) Kalteng Rini Fortina.
Dari catatan mereka, peningkatan kasus baru setiap minggunya di Kalteng antara 500-600 kasus baru dan ini masih dianggap tinggi sekali, namun masih dalam target yang direkomendasikan oleh WHO. Dalam 2 minggu ke depan diharapkan itu penurunannya bisa mencapai 50 persen.
Aktivitas pelaku perjalanan semakin tinggi menjadi indikasi dari kasusnya ikut naik, kemudian varian baru juga mempercepat penularan. Varian baru yang teridentifikasi di Kalteng, dicurigai lebih dari 3 kasus karena kalau dilihat spesifikasi karakteristik sakitnya itu mirip seperti orang yang sedang kena flu. Karena itu, surveilans influenza di semua Faskes itu lebih aktif lagi untuk menjaring varian baru ini. yml