KONSULTASI PUBLIK-Teras Beri Masukan RTRWP Kalteng

PALANGKA RAYA/Corong Nusantara Senator Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang menjadi narasumber dalam kegiatan konsultasi publik Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng via zoom meeting, Kamis (9/12).

Teras mengingatkan, tanggung jawab bersama menyempurnakan kembali Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang RTRWP Kalteng sesuai dengan perkembangan perundang-undangan dan konteks situasi terkini.

Dijelaskan Teras, dari sisi konstitusi ada amanah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Penyempurnaan RTRW Kalteng mesti diterjemahkan dan diterapkan dengan baik dan benar, serta berkeadilan.

Berdasarkan Pasal 1 UUD NKRI 1945, negara ini merupakan negara hukum, dan kemudian pada pasal berikut ditegaskan, kita sebagai negara berdasarkan kedaulatan rakyat, sehingga kepentingan rakyat yang menjadi panglima dalam penyusunan setiap kebijakan pemerintah.

Perkembangan peraturan perundangan terkini, kata Teras, setelah hadirnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terkait dengan PP Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah, juga terkait UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

“Pelibatan dan pemahaman situasi elemen masyarakat dari level terbawah, untuk dirumuskan dalam RTRW Provinsi terbaru nanti. Sebagaimana diketahui Kalteng ini sangat luas kawasan hutannya. Kawasan hutan ini terdiri dari beberapa kategori, sehingga menjadi pemikiran kita ke depan adalah bagaimana adanya spirit kebersamaan dari semua pemangku kepentingan yang ada di Kalteng. Dimulai dari tingkat desa hingga ke provinsi untuk menginventarisasi wilayah mana saja yang masih terdapat dalam kawasan hutan atau kawasan APL,” kata Teras, saat memberikan tanggapan pada konsultasi publik itu.

Gubernur Kalteng periode 2005-2015 ini menjelaskan, di Kalteng ada sekitar 1.437 desa dan 139 kelurahan. Wajib dijernihkan status kawasannya. Data ini disajikan secara jujur pada situasi dan kondisi yang ada di wilayah masing-masing. Pemerintah dari 13 kabupaten 1 kota perlu terlibat untuk mendapatkan masukan yang jernih. Termasuk penyelesaian batas administratif antarkabupaten/kota dapat pula lekas dituntaskan.

Menurut Teras, kawasan hutan perlu dijelaskan secara jernih posisi dan peruntukannya saat ini. Mana yang sudah ada pelepasan kawasan hutan, mana yang belum tapi sudah menanam tanaman di situ, termasuk masalah sungai dan laut. Berbagai kesepakatan yang pernah dibangun bersama untuk kepentingan Kalteng, termasuk kerja sama energi dengan Jawa Tengah serta pembangunan rel kereta api.

Melihat dari fakta yang ada, lanjut Teras, Kalteng ini memiliki 750 km garis pantai yang langsung berbatasan dengan laut. Mulai dari Kabupaten Kapuas sampai Kabupaten Sukamara. Ada 7 kabupaten yang langsung menghadap laut Jawa. Ini harus segera dipastikan posisinya, mana yang jadi kewenangan provinsi dan kabupaten, sehingga jadi aset dan potensinya, termasuk untuk kelautan dan perikanan dapat dioptimalkan.

Teras mendukung kawasan ekonomi khusus. Perlu disinergikan seluruh keperluan infrastruktur dan potensi pelabuhan yang ada. Program ini bisa meningkatkan perekonomian daerah.

Ke depan, komoditas sawit yang ada di Kalteng tidak hanya langsung jual, tetapi pabrik pengolahan dan peningkatan nilai tambahnya bisa dibangun di Kalteng. Tidak kalah penting, masalah penguasaan atau kepemilikan masyarakat adat di Kalteng.

Diusulkan agar pembuat Perda dalam hal ini kepala daerah, DPRD Kalteng, dan pemangku kepentingan dapat membuat Rancangan Perda tentang Desa Adat di Kalteng. Hal ini sesuai dengan Pasal 109 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Lalu terkait penguasaan dan kepemilikan oleh masyarakat yang dikuasai sejak turun temurun, kata Teras, juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Menimbang aspek hukum, aspek kesejarahan, budaya serta keberpihakannya dapat ditegakkan. Data dari 13 kabupaten dan 1 kota dipercepat dan disesuaikan untuk perubahan di tingkat provinsi.

Teras juga mendukung program pemerintah yang mendorong pembangunan Kalteng, yakni Food Estate. Kendati ini adalah program yang kita setujui bersama, tidak mengabaikan hak kepentingan rakyat di wilayah itu.

“Saya tidak ingin Food Estate akan seperti terjadi pada lahan 1 juta hektare yang gagal dan menimbulkan persoalan lingkungan hidup. Food Estate tidak hanya program dari pemerintah, tapi dari negara, dan dari juga untuk masyarakat. Ada keberpihakan, guna terciptanya keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat. Jangan pula ada kesan, rakyat yang ada di wilayah itu hanya sekadar penonton dan akhirnya lalu menciptakan minoritas baru tegas Teras.

Semoga penyempurnaan RTRW Kalteng mendapatkan dukungan dari semua pihak, kepentingan masyarakat Kalteng secara khusus dan pembangunan Indonesia pada umumnya. ded

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *