PALANGKA RAYA/Corong Nusantara– Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Pulau Jawa ke Pulau Kalimantan menjadi perbincangan yang cukup hangat. Tidak saja dibahas di tingkat pusat, tapi juga dilakukan pembahasan di tingkat daerah secara internal.
Pembahasan yang dilakukan secara internal tersebut berupa dialog antara tokoh dari Kalimantan bersama dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang juga Panitia Kerja RUU IKN, sekaligus Anggota Tim Perumus IKN Agustin Teras Narang, bersama Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong.
Kegiatan dialog difasilitasi Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) yang dihadiri perwakilan dari 5 provinsi di Pulau Kalimantan, dan perwakilan Dewan Adat Dayak (DAD) beberapa provinsi. Hasil dari dialog tersebut, setiap provinsi di Pulau Kalimantan untuk dapat memberikan saran ataupun masukan melalui MADN, yang nantinya akan disampaikan kepada Agustin Teras Narang selaku perwakilan masyarakat Kalimantan yang ada dalam Panja dan Pansus RUU IKN.
Menyikapi hal tersebut, Gubernur Kalteng periode 2005-2015 ini menyambut baik atas apa yang disampaikan oleh peserta dialog. Ada sejumlah catatan yang disampaikan kepada para peserta dialog untuk diketahui dan dibahas bersama. Ada catatan penting dalam dialog yang digelar bersama para tokoh Kalimantan itu.
Teras Narang menjelaskan, RUU IKN ini merupakan aturan pertama yang dibuat di Indonesia. Apa yang dilakukan sekarang ini adalah untuk pertama kali membuat UU yang secara khusus mengatur tentang IKN itu sendiri. Berkenaan dengan perlindungan masyarakat hukum adat, maka ini menjadi perjuangan bersama. Bagaimanapun RUU tentang Masyarakat Hukum Adat sangat diperlukan.
Pasal 18b ayat (2), jelas Anggota Panja RUU IKN ini, dikatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Aturan inilah yang masih bersama ditunggu. Masalah hukum adat merupakan lex spesialis dari RUU IKN ini. Rancangan induk IKN pasti akan ada nanti frasa-frasa yang terkait dengan masyarakat adat.
“Mengacu UUD Pasal 18a dan b, apabila melihat pada Pasal 18 ayat 1, NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan kemudian provinsi dibagi atas kabupaten dan kota. Berdasarkan nomenklatur pada Pasal 18 ayat 1, maka semuanya harus dibahas secara runtut. Kita setuju nomenklatur pemerintahan khusus ibu kota bla bla bla. Secara prinsip pemerintah khusus ibu kota itu sudah bisa dipergunakan. Masalah otoritas, menjadi diskusi mendalam yang sedang dilakukan,” kata Teras, saat merespons sejumlah pertanyaan via zoom meeting, Minggu (16/1).
Teras melanjutkan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat juga mesti menjadi perhatian besar dari pemerintah. Mendorong pemindahan IKN, proteksi dengan mengintegrasikan kepentingan perlindungan hutan dan masyarakat adat dapat dilakukan dalam satu kebijakan.
Secara paralel, pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat yang berpihak pada kepentingan masyarakat adat serta pemeliharaan hutan, mesti dilakukan. Terlebih dalam era global yang mengedepankan keberlanjutan, pengelolaan isu hutan dan masyarakat adat mendesak dilakukan.
Akselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Kalimantan juga mesti dilakukan. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, menurutnya menjadi tantangan. Untuk itu, perlu perhatian khusus agar pemindahan IKN tidak hanya sebatas momen pindah ibu kota, tapi juga transformasi sosial dan momen pembangunan masyarakat Kalimantan yang selama ini banyak berkontribusi memberi sumber daya alamnya untuk pembangunan nasional.
Teras mengingatkan agar seluruh elemen masyarakat khususnya pemerintah daerah di Kalimantan segera melakukan musyawarah mufakat. Memanfaatkan momentum ini untuk mendorong agenda pembangunan Kalimantan yang terintegrasi.
“Ini momentum untuk masyarakat Kalimantan. Ini kesempatan memanfaatkan agenda ini untuk kepentingan perlindungan masyarakat Kalimantan yang juga multikultur, agar pembangunan infrastruktur yang mengintegrasikan wilayah di Kalimantan dapat terbangun. Begitu pun pembangunan SDM lewat kesehatan dan pendidikan juga dapat dilakukan,” katanya. ded