BERBASIS ELEKTRONIK-Anggaran Belanja Negara Bisa Hemat 20 Persen

PALANGKA RAYA/Corong Nusantara– Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sudah menjadi tren yang berkembang sejak beberapa tahun lalu. Presiden Republik Indonesia bahkan sudah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 95 Tahun 2018 tentang SPBE. Namun faktanya, hal ini dinilai tidak memadai untuk mendorong efisiensi penyelenggaraan pemerintahan negara yang dapat menghemat sekitar 20 persen anggaran dan belanja negara.

Senator Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang menjelaskan, permasalahan ini menjadi kajian di Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI, Kamis (11/11). Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Prof Eko Prasodjo, Sekretaris Eksekutif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional, dan Akademisi Universitas Padjadjaran Bidang Peminatan Transformasi Digital Dr Enjat Munajat, mendalami peluang percepatan penerapan SPBE secara holistik.

Anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) Kalteng ini mengatakan, sehari sebelumnya bersama Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional Dr Ing. Ilham Akbar Habibie MBA, hal yang sama juga didiskusikan bersama.

Semua ini tak lain untuk menunaikan tugas konstitusi dan membantu DPD RI dalam merumuskan gagasan dan rancangan undang-undang terkait yang lebih berkepastian dan berkemanfaatan untuk menghadirkan SPBE yang berkualitas.

“Hemat saya, SPBE ini sudah menjadi needs. Kebutuhan yang harus dibangun untuk kepentingan nasional. Sehingga sebagaimana pandangan para pihak yang kami undang dalam rapat dengar pendapat, sudah saatnya SPBE ini diatur dalam produk hukum yang kuat, yakni Undang-Undang. Perlunya Undang-Undang terkait SPBE ini akan mendorong terintegrasinya seluruh program yang belum terkoordinasi di berbagai kementerian dan lembaga negara, termasuk di pemerintahan daerah,” kata Teras Narang dalam rilisnya, Minggu (14/11).

Gubernur Kalteng periode 2005-2015 ini melanjutkan, integrasi ini juga perlu didorong secara bertahap dan hati-hati, agar dapat sinergi dengan kepentingan kita dalam menghadirkan pelayanan publik yang lebih baik. Terlebih kita masih berada pada era Governance 1.0 yang jauh dari Governance 4.0 dengan berbagai terobosan digitalisasi serta fleksibilitas kerjanya. Membuat kita harus melakukan lompatan tinggi, quantum leap, untuk bisa mencapainya dengan baik.

Berdasarkan pengalaman, jelas Teras Narang, tidak semua pihak dapat melompat bersama dalam saat yang bersamaan. Meski faktanya keadaan telah memaksa kita melakukan shifting. Perlu melakukan pemetaan dan perencanaan yang terukur serta bertahap untuk menerapkan SPBE di berbagai provinsi yang dinilai dapat menjadi pionir.

“Pengalaman saya saat masih menjadi ‘pelayan rakyat’ di Kalteng, pada tahun 2008 provinsi kita mendapatkan bantuan USAid dari Amerika Serikat melalui Bappenas, guna melakukan pengembangan pemerintahan berbasis elektronik. Bersama 4 provinsi lain, kita dipercaya melakukan penerapan dengan standar tinggi,” kata Teras lagi.

Berjalannya 3 tahun, lanjut Teras, hanya Kalteng dan Jawa Timur yang dapat bertahan dalam program ini dan mengikuti pola yang diberikan. Namun, keberhasilan itu adanya cuma di tingkat provinsi. Belum bisa masuk ke kabupaten ataupun kota karena berbagai faktor.

Inilah membuka kesadaran bahwa tidak semua daerah, tidak semua pemerintahan daerah bisa disamakan kesiapannya. Sehingga perlu kearifan dalam membangun model SPBE yang tepat, payung hukum yang kuat, dan penerapan bertahap yang cermat.

DPD RI, ungkap Teras,  mesti dan mampu menjadi pendorong utama dalam hadirnya SPBE yang memiliki model sesuai era Governance 4.0, payung hukum yang kuat, dan skema penerapan bertahap yang cermat. Dengan demikian, di era digitalisasi dan perkembangan teknologi yang kian pesat, kita bisa  menghadirkan pelayanan pemerintahan yang baik dan cepat. ded

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *