Daerah  

BPK Temukan Kelebihan Bayar Pekerjaan Konstruksi

PALANGKA RAYA/Corong Nusantara- Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Kalimantan Tengah (Kalteng) Ade Iwan Ruswana menyampaikan, hasil pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK RI Perwakilan Kalteng, kelebihan bayar sering terjadi pada pekerjaan konstruksi.

Ade Iwan menyatakan, keuntungan yang diperoleh antara 10-15 persen tentunya masih bisa ditoleransi. Meskipun ada toleransi, hasil pekerjaan yang dilakukan tetap diperiksa untuk memastikan kelayakan dan kesesuaian bahan konstruksi yang digunakan. Misalnya konstruksi sebuah bangunan bertingkat, yang akan dilakukan pemeriksaan cukup banyak, di antaranya besi dan mutu bangunan.

“Besi akan dipastikan apakah sesuai dengan standar yang ditetapkan atau tidak. Apabila dalam kontrak wajib menggunakan besi ukuran 10 top, ternyata dalam hasil pemeriksaan ditemukan menggunakan besi ukuran 10 tapi biasa atau bancir, maka kontraktor wajib mengembalikan kelebihan atas pembayaran pekerjaan tersebut, karena tidak sesuai spesifikasi,” kata Ade Iwan di Palangka Raya, baru-baru ini.

Selain dari sisi besi, lanjut Ade Iwan, ada pula dari sisi mutu. BPK RI dalam melakukan  pemeriksaan  mutu hasil pekerjaan melibatkan pihak ketiga sebagai bentuk profesionalitas. Hasil pekerjaan akan diambil sampelnya, apakah memang sudah sesuai atau belum. Hasil uji sampel, mutu bangunan apakah layak digunakan atau tidak nantinya.

Jangan sampai, tegas Ade Iwan, bangunan yang sudah dibuat ternyata lebih banyak pasir dibandingkan semen, yang tentunya bangunan tersebut akan sangat tidak layak digunakan. Apabila ditemukan demikian, maka seluruh bangunan dinyatakan tidak layak dan harus dibongkar, anggaran yang digunakan untuk pembangunan wajib dikembalikan. Ini beberapa hal yang menjadi pengawasan di bidang konstruksi.

Hal lain, jelas Ade Iwan, BPK RI juga melakukan pengawasan terhadap penggunaan APBD untuk penanganan Covid-19. Ada 4 item yang menjadi bahan pengawasan anggaran Covid-19 ini, yakni upaya testing, tracing, treatment dan upaya edukasi atau sosialisasi.

Permasalahan yang ditemukan, urai Ade Iwan, pemerintah daerah belum memiliki rencana operasi untuk memastikan pengambilan dan pengiriman spesimen ke laboratorium kurang dari 1×24 jam. Sebagian besar entitas belum memiliki laboratorium yang memenuhi standar BSL-2.

Dari sisi tracing, upaya penemuan kasus aktif dan pasif belum optimal karena kurang dibarengi dengan tindak lanjut yang memadai. Dan, pencatatan juga pelaporan kasus belum optimal, akibatnya terjadi perbedaan  data antara sistem daring pelaporan harian dan PHEOC.

Treatment sendiri, karena ini kondisi darurat membuat penunjukan dan penetapan rumah sakit rujukan Covid-19 belum sepenuhnya mempertimbangkan kesiapan rumah sakit. Sarana dan prasarana, alat kesehatan, obat dan BMHP untuk kegiatan treatment belum sepenuhnya tersedia.

Memang diakui, ini merupakan kondisi darurat, namun penilaian diberikan sebagai langkah yang harus dipersiapkan pemerintah ke depan, mengingat pandemi ini tidak tahu kapan akan berakhir.

Terakhir, ungkap Ade Iwan, Pemerintah Kalteng masih belum memiliki perencanaan strategis terkait komunikasi, informasi dan edukasi penanganan Covid-19 yang komprehensif. Upaya sosialisasi ketentuan pidana bagi individu yang sebagai menghalangi upaya penanganan pandemi Covid-19 belum sepenuhnya optimal. Termasuk belum tersedia perencanaan strategis dan pelaksanaan koordinasi dengan aparat penegak hukum. ded

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *