PALANGKA RAYA/Corong Nusantara – Sikap pihak Pengadilan Negeri (PN) Kasongan yang melakukan eksekusi atas tanah lelang tanpa mengindahkan Permohonan Perlawanan Eksekusi menuai kontroversi.
“Eksekusi tersebut bertentangan dengan Keputusan Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Nomor 40/DJU/SK/HM.02.03/1/2019 tentang Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri,” tegas Adi SH selaku Kuasa Hukum Pelawan Eksekusi, Minggu (22/5/2022).
Adi merupakan Kuasa Hukum dari Yulida menjelaskan bahwa perkara berawal dari peminjaman dana ke Bank BRI dengan jaminan tiga Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Yulida dan suaminya, Jamari. Ternyata selama pandemi usaha Yulida dan Jamari terganggu sehingga kesulitan membayar dan sempat mengajukan restrukturisasi untuk keringanan cicilan pinjaman.
Bank BRI kemudian melelang tiga SHM tanah tersebut atas dasar Akta Hak Pemberian Tanggungan yang kemudian dimenangkan oleh Ha. Jamari dan Yulida kemudian melakukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Bank BRI dan Ha. Namun gugatan tidak diterima karena alasan gugatan terhadap akta hak tanggungan digabung dengan objek hak tanggungan.
“Perkara gugatan PMH No. 2/Pdt.G/2021/PN Ksn atas objek yang sama dengan objek yang dieksekusi juga masih berlangsung upaya kasasi di MA. Sehingga berdasarkan Keputusan Jenderal Badan Peradilan Umum MA RI maka eksekusi bisa ditunda sambil menunggu hasil putusan kasasi tersebut,” jelas Adi.
Saat pemberitahuan eksekusi tanggal 22 Desember 2021 disampaikan pihak PN Kasongan tanggal 15 Desember 2021. Adi keesokan harinya tanggal 16 Desember 2021 langsung mengajukan permohonan perlawanan eksekusi. Namun pihak PN Kasongan bersikeras melaksanakan eksekusi sesuai jadwal.
“Padahal sesuai Keputusan Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI, minimal harus ada putusan terhadap perlawanan eksekusi tingkat pertama pada PN. Ini bahkan belum putusan tapi eksekusi tetap dijalankan,” sesal Adi.
Tidak hanya masalah eksekusi, Adi menyatakan ada kejanggalan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dari kantor Notaris berinisial A yang menjadi dasar perkara, lelang, dan eksekusi. “Klien kami keberatan atas tandatangannya dalam akta tersebut. Dan dalam persidangan ada indikasi atau dugaan akta tersebut terbit tidak sesuai dengan Undang-Undang tantang Jabatan Notaris,” tegas Adi. Dia menyebut ada indikasi lembar halaman tambahan yang disisipkan di antara akta otentik. Kemudian pada akta ada poin yang dicoret tapi tidak mencantumkan tanda tangan pihak, dan beberapa kejanggalan lainnya. Atas kejanggalan tersebut, Yulida dan Jamari melalui Kuasa Hukum berbeda telah melapor ke Polda Kalteng. dre