PALANGKA RAYA/Corong Nusantara – Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Iman Wijaya membuka Seminar Tugas dan Fungsi Bidang Pidana Militer Kejaksaan RI dan Proyeksi Penyelesaian Perkara Koneksitas Melalui Restorative Justice (RJ) di Swiss Bellhotel Danum Palangka Raya, Rabu (20/7/2022).
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Asisten Bidang Pidana Militer pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan tersebut dihadiri oleh Brigjen TNI Edi Imran selaku Direktur Penindakan pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer, Kajati Kalimantan Selatan, Ketua Pengadilan Militer Banjarbaru, Kepala Oditur Militer 111-15 Banjarmasin, Kepala Lapas Militer Bamjarbaru, para Jaksa Bidang Pidana Umum dan Bidang Intelijen Kejati Kalteng, pihak Polda Kalteng, pihak Korem 102/Pjg, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.
Iman menyatakan konsep keadilan yang dapat mendudukan korban, pelaku, dan masyarakat dalam hubungan yang harmonis adalah dengan memulihkan keadaan seperti semula atau restorasi bagi semua pihak yang terkena dampak dari tindak kejahatan. RJ atau keadilan restoratif dapat diartikan sebagai suatu pendekatan untuk mencapai keadilan dengan pemulihan keadaan atas suatu tindak pidana. Jaksa Agung telah menerbitkan Peraturan Jaksa Agung No 15/2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Fokus penyelesaian perkara dengan kriteria tertentu oleh Jaksa tidak lagi menitik beratkan pemberian sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan, tetapi lebih mengutamakan memulihkan kepada keadaan semula,” ujar Iman. RJ merupakan suatu pendekatan untuk mencapai keadilan dengan pemulihan keadaan atas suatu tindak pidana yang terjadi.
Iman menyebut konsep itu masih asing bila berhadapan dengan sistem hukum peradilan militer dalam kerangka koneksitas. Kompetensi absolut peradilan militer adalah memeriksa dan memutus perkara pidana yang dilakukan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Namun jika tindak pidana dilakukan bersama-sama oleh mereka yang masuk dalam lingkungan peradilan umum (sipil) dan lingkungan peradilan militer, maka sesuai ketentuan harus diselesaikan menurut hukum acara pemeriksaan koneksitas,” jelas Iman.
Seminar tersebut membahas manakala dalam proses penegakan hukum, baik pelaku dan korban yang merupakan masyarakat sipil menginginkan penyelesaian melalui RJ.
“Apakah dimungkinkan baik pelaku sipil maupun TNI, korban dan masyarakat diberi kesempatan untuk menyelesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif,” papar Iman. Momentum itu dimanfaatkan untuk saling berdiskusi dan memberikan sumbangsih pemikiran dari pemangku kepentingan dari praktisi hukum Bidang Pidana Militer dan akademisi terutama berkaitan dengan penyelesaian perkara koneksitas melalui RJ.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Mukri menyebut kegiatan tidak saja dalam rangka menyambut Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 melainkan juga untuk lebih mengenal dan memahami tugas dan fungsi Asisten Bidang Pidana Militer yang merupakan organisasi baru dalam kejaksaan. Dalam UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer telah menempatkan Jaksa Agung sebagai Penuntut Tertinggi di NKRI.
Sehingga Oditur Jenderal dalam melaksanakan tugas di bidang teknis penuntutan bertanggung jawab pada Jaksa Agung melalui Panglima. Namun konkretisasi mekanisme pertanggung jawaban tersebut belum optimal. Hingga akhirnya terbentuk struktur organisasi baru Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer pada Kejaksaan Agung RI dan Asisten Bidang Pidana Militer pada Kejaksaan Tinggi. “Salah satunya pada Kejati Kalsel dimana Kalteng termasuk dalam wilayah kerjanya,” pungkas Mukri. Dalam kegiatan, Mukri juga memberikan kenang-kenangam kepada Kajati Kalteng dan para narasumber seminar. dre