PALANGKA RAYA/Corong Nusantara– Maraknya angkutan barang Over Dimensi dan Overload (ODOL) milik perusahaan perkebunan dan pertambangan menjadi tertuduh utama penyebab kerusakan jalan di sejumlah wilayah Kalimantan Tengah, sehingga mengganggu dan membahayakan pengguna jalan lainnya.
“Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) perlu melakukan daya paksa sanksi administrasi dan pidana untuk menerapkan peraturan tentang angkutan hasil perkebunan dan pertambangan,” tegas Henricho Franciscust, advokat yang juga pengajar pada salah satu perguruan tinggi, Sabtu (25/6/2022).
Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 15 dan Pasal 16 Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas di Ruas Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Produksi Pertambangan dan Perkebunan. Fungsi utama jalan yang ada di wilayah Kalteng yaitu sebagai sarana penyambung dan pemerataan perkembangan ekonomi mikro, pendidikan dan kesehatan di masyarakat tidak terganggu.
“Apabila perusahaan dan pengusaha yang ada di wilayah Kalteng masih mangkir atas hal ini, maka sebaiknya Pemprov Kalteng tidak memberikan perpanjangan izin mereka dan atau mencabut izin yang telah mereka miliki,” sebut Henricho.
Dia mengingatkan, beberapa waktu lalu sempat terjadi demonstrasi protes warga ke Pemprov Kalteng terkait rusak atau hancurnya jalan umum yang disebabkan kendaraan truk yang mengangkut TBS (tandan buah segar) dan batu bara. Hal ini dikarenakan tonase beban yang diangkut melebihi batas maksimal, bahkan ada juga truk yang sudah dimodifikasi baknya agar dapat mengangkut volume yang lebih banyak.
Banyak perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan angkutan dengan model sewa. Perusahaan penyewa angkutan maupun pemilik angkutan sama-sama mengejar target mereka masing-masing. Biasanya keuntungan di kedua sisi ini sama-sama saling melengkapi, yaitu bagaimana caranya supaya bisa mengangkut dengan jumlah yang banyak dalam sekali pengiriman demi satu tujuan efisiensi waktu dan biaya.
“Perputaran keadaan ini membuat banyak pelaku usaha atau bisnis yang berusaha untuk menekan biaya operasional dengan cara memuat isi angkutan jauh melebihi batas maksimal dengan berbagai alasan,” papar Henricho.
Hal ini memicu perubahan volume standar kendaraan dan beban angkut yang wajar melebihi batasnya sehingga muncullah istilah ODOL. Angkutan ODOL berkaitan dengan kendaraan muatan barang yang mengangkut beban melebihi kapasitas yang seharusnya atau sewajarnya dan juga melebihi kapasitas dari kelas jalan.
Hal itu disebabkan banyak faktor, antara lain kurangnya pengawasan dari pemerintah itu sendiri. Keadaan ini dapat terlihat dari kurangnya pos-pos timbangan angkutan barang yang diperlukan untuk membatasi beban angkut yang melebihi kapasitas yang diperbolehkan untuk jenis jalan tertentu.
Keberadaan pos timbang tersebut tertuang dengan Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) jo Pasal 5 ayat (1) Perda No 7/2012.
“Idealnya Provinsi Kalteng harus memiliki timbangan angkutan di beberapa titik di dalam wilayahnya. Misalnya di setiap antara kabupaten atau kota, agar pengawasan kendaraan yang termasuk kategori ODOL ini tidak bisa melalui jalan umum yang memiliki kategori jenis klasifikasi beban maksimalnya,” saran Henricho.
Seyogyanya semua pengusaha angkutan yang berdiri sendiri ataupun yang dimiliki oleh perusahaan tambang dan perkebunan itu termasuk pengemudinya harus memahami, mematuhi dan melaksanakan tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan dan kelas jalan yang dilalui sesuai dengan Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.
Pendukung lainnya, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ yang menentukan tentang persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor. Berdasarkan hal ini, tentang kendaraan angkut atau niaga, telah ditentukan kewajiban untuk melapor dan memiliki izin angkut sesuai dengan kategori kendaraanya.
Izin angkut yang dimaksud yaitu dengan KIR yang berakar dari Bahasa Belanda Keur yaitu Uji Kendaraan Bermotor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan.
Perda No 7/2012 antara lain bertujuan mewujudkan keamanan, kenyamanan ketertiban, dan keselamatan pengguna jalan, mengantisipasi penurunan fisik ruas jalan umum melalui pengendalian dan pembatasan lalulintas pengangkutan hasil produksi pertambangan dan perkebunan yang melewati ruas jalan umum, dengan mempertimbangkan kemampuan struktur dan kapasitas.
Serta mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung penyelenggaraan sistem transportasi yang tertib dan terpadu, mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan bagi masyarakat pengguna jalan.
Dan, juga memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya, terwujudnya tertib dan keterpaduan penyelenggaraan jalan dan tersedianya jalan yang memenuhi ketentuan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran, ekonomis, keterpaduan dan ramah lingkungan yang kesemuanya itu tercantum dalam Pasal 2 Perda No 7/2012. Karena perda tersebut belum dicabut, maka sudah seyogyanya Pemprov Kalteng saat ini menerapkannya. dre