**Gegara Lagu Halelluya Sebut Ranying Hatalla
PALANGKA RAYA/Corong Nusantara- Konten Youtube yang dibuat seniman kenamaan Kalimantan Tengah (Kalteng) Thoeseng TT Asang berujung pada laporan di Kepolisian Daerah (Polda) Kalteng oleh Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) Kalteng.
Karya Thoeseng sekilas memang biasa saja. Namun, pada menit 2:50 dalam lirik lagu berjudul Halelluya, Thoeseng menyebutkan Ranying Hatalla. Penyebutan kata Ranying Hatalla kembali terjadi pada menit 3:51. Munculnya kata Ranying Hatalla dalam lagu Halelluya inilah yang memicu keberatan dari umat Hindu Kaharingan.
Atas karya Thoeseng tersebut, pihak Hindu Kaharingan meminta klarifikasi dari Thoeseng sekaligus membuat konten permintaan maaf dan diupload di Youtube selama 1×24 jam. Tidak adanya itikad baik, membuat MBAHK Kalteng melaporkan Thoeseng ke Polda Kalteng.
Ketua MBAHK Kalteng Walter S Penyang, Sekretaris MBAHK Kalteng Pranata, Ketua MAHK Daerah Palangka Raya Parada LKDR bersama dengan tokoh Hindu Kaharingan secara resmi melaporkan Thoeseng ke Direskrimum Polda Kalteng.
Walter membenarkan telah melaporkan Thoeseng atas konten Youtube yang dimilikinya. Menurutnya, warga Hindu Kaharingan yang ada di daerah khususnya, sangat keberatan dengan kata Ranying Hatalla yang terdapat dalam lagu Halelluya.
Keberatan masyarakat inilah yang kemudian ditindaklanjuti. Sebelum dilakukan pelaporan, lembaga sudah mengundang Thoeseng untuk melakukan klarifikasi, sekaligus meminta maaf dan menghapus kata Ranying tersebut. Namun, sampai saat ini tidak ada itikad baik dari yang bersangkutan.
“Keberatan umat Hindu Kaharingan adalah penyebutan kata Ranying yang terdapat dalam lagu Halelluya. Memuat kata Ranying dalam lagu Halelluya, seharusnya mendapatkan izin dari umat Hindu Kaharingan melalui lembaga seperti MBAHK Kalteng. Sebagaimana diketahui, Ranying Hatalla adalah penyebutan nama Tuhan menurut Hindu Kaharingan. Sedangkan kata Halelluya merupakan ungkapan syukur umat Nasrani,” kata Walter usai menyampaikan laporan, Senin (18/1/2021), di Palangka Raya.
Keberatan umat Hindu Kaharingan, kata Walter lagi, mengapa kata yang sangat sakral bagi umat Hindu Kaharingan harus dibawa-bawa dalam lagu itu dan untuk apa? Hasil dialog itu sendiri, Thoeseng tidak mau meminta maaf dan menghapus konten tersebut, dan mempersilakan untuk menempuh jalur hukum lain.
Sementara itu, Prof I Nyoman Sudyana menjelaskan, secara akademisi kata Ranying Hatalla adalah bahasa Sangiang yang merupakan penyebutan nama Tuhan bagi umat Hindu Kaharingan. Bahasa Sangiang sendiri sudah dipatenkan secara akademis oleh Institut Agama Hindu Negeri (IAHN) Tampung Penyang Palangka Raya, yang di dalamnya terdapat kata Ranying. Penggunaan kata tanpa izin pemiliknya merupakan sebuah pelanggaran.
“Kata Ranying itu sudah dipatenkan dalam bentuk Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Kata Ranying sendiri digunakan pada waktu-waktu tertentu yang sifatnya sakral, seperti upacara keagamaan. Akademisi sudah melakukan penelitian bahwa penggunaan bahasa Sangiang, termasuk kata Raying tidak bisa dicampuradukan,” kata dosen IAHN Tampung Penyang Palangka Raya itu.
Umat Hindu Kaharingan, lanjut Prof I Nyoman, bertanya-tanya dalam kapasitas apa menggunakan kata yang sangat sakral tersebut. Harusnya tidak demikian, Hindu Kaharingan sudah terintegrasi selama 41 tahun, jangan diusik dengan hal-hal yang demikian. Apabila memang ingin menyamakan, mengapa tidak digunakan kata Hatalla Sinta karena ini lebih sesuai, jangan menggunakan kata Ranying.
Thoeseng Siap Hadapi
Laporan yang dilayangkan MBAHK Kalteng di Polda Kalteng, direspons santai oleh Thoeseng TT Asang. Thoeseng menyampaikan apresiasi dan terima kasih selaku warga negara yang baik, sudah mempergunakan haknya dengan sebaik mungkin. Tidak menimbulkan kegaduhan di tengah kondisi yang terjadi sekarang ini.
“Laporan yang sudah disampaikan ke Polda Kalteng itu siap untuk dihadapi. Bagaimanapun, itu merupakan konsekuensi atas apa yang sudah saya lakukan. Intinya siap saja menghadapi laporan tersebut,” kata Thoeseng singkat. ded