- Kasus Pelecehan Seks Terhadap Anak Seperti Gunung Es
- Januari-Juli, Sudah 30 Anak Jadi Korban
PANGKALAN BUN/Corong Nusantara – Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) kini darurat kekerasan seks terhadap anak di bawah umur. Ini ditandai dengan jumlah korban yang meningkat signifikan di tahun 2022 ini. Data Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat, dari Januari sampai Juli sudah ada 30 anak yang jadi korban.
Data ini diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinas P3A-P2KB) Kobar, Agus Basrawiyanta, saat dikonfirmasi melalui Kepala UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah-Perlindungan Perempuan Dan Anak), Idna Kholila, Kamis (21/7/2022).
Disebutkan, sejak tahun 2019 hingga Juli 2022, di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat ada 76 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari angka tersebut kasus yang paling menonjol kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Dari 76 kasus kekerasan tersebut, setiap tahunnya mengalami peningkatan. Tahun 2019 ada 18 kasus, tahun 2020 mengalami penurunan 11 kasus, di tahun 2021 mengalami peningkatan menjadi 17 kasus. Tahun ini paling parah. Mulai Januari hingga Juli 2022 sudah ada 30 kasus. Itu artinya hanya dalam 7 bulan, ada 30 anak jadi korban pelecehan seksual.
“Kami sangat prihatin kasus kekerasan terhadap anak mengalami peningkatan hingga 30 kasus di tahun ini sampai dengan bulan Juli, dan sebagian besar korbannya adalah anak yang usianya di atas 5 tahun,” ujar Idna Kholila kepada Tabengan.
Dijelaskan juga, pada tahun 2019 hingga tahun 2021, kasus yang muncul lebih banyak mengenai KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan masalah perebutan hak asuh. Meski kasus pelecehan seksual terhadap anak ada namun tidak separah di tahun ini.
“Berdasarkan evaluasi kami sejak tahun 2019 hingga sekarang, dimana pada tahun 2019 memang ada korban pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang saat itu usianya 10 tahun ke atas, tetapi yang lebih miris, pada tahun ini korbannya berusia 5 tahun ke bawah. Saat ini kita tengah menghadapi masalah kritis mental orangtua, karena sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat,” ujar Idna Kholila dengan penuh prihatin.
Diakuinya, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini bagaikan fenomena gunung es. Saat ini dengan mulai terkuaknya kasus tersebut, menandakan masyarakat atau orangtua yang menjadi korban mulai berani bersuara.
“Saat ini masyarakat yang menjadi koran mulai berani, menandakan fenomena gunung es mulai terkikis. Masyarakat mulai sadar ada wadah untuk mengadu, dan undang-undang yang melindungi mereka, tentunya bagi pelakunya akan diberikan sanksi hukuman yang berat,” imbuhnya.
Idna menjelaskan juga, tugas dari UPTD PPA ini, melakukan pendampingan saat korban akan dilakukan BAP, visum di rumah sakit dan pendampingan ketika sidang, serta pendampingan trauma healing. Dalam pendampingan trauma healing ini, pihaknya menggandeng Dinas Sosial dan Forum Puspa Kobar.
“Para korban selama kita lakukan trauma healing, justru anak-anak ini cepat bangkit kembali rasa percaya dirinya, sehingga proses kesembuhan lebih cepat, justru orangtua korban yang masih shock,” ujarnya. Idna juga mengajak seluruh element masyarakat bekerja sama, karena pencegahan harus dari bawah, masyarakat jangan tutup mata. c-uli