ACT Terindikasi Alirkan Dana Ke Negara-negara Berisiko Tinggi

Redaksi

Corong Nusantara – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mendapati adanya temuan aliran dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang tidak hanya dalam bentuk lembaga tersebut, namun juga melalui individu.

Dia menyebut, pihaknya melakukan pendalaman terkait sosok pemberi aliran dana secara individu yang merupakan anggota ACT ke beberapa negara dan pihak lainnya.

Tak hanya itu, PPATK juga mengindikasi individu tersebut melakukan transaksi ke sejumlah negara-negara yang beresiko tinggi.

Bahkan, transaksi itu dilakukan sejak dua tahun dengan nominal transaksi mencapai Rp1,7 miliar.

“Kemudian ada juga salah satu karyawan yang dilakukan selama periode 2 tahun, mengirim ke negara-negara beresiko tinggi terkait pendanaan terorisme dengan 17 kali transaksi dengan nominal Rp 1,7 miliar, antara Rp 10 juta sampai Rp 552 juta, jadi kita lihat beberapa melakukan sendiri-sendiri ke beberapa negara,” kata Ivan saat konferensi pers di Gedung PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Sementara, Ivan menambahkan, PPATK juga mendapati adanya laporan sejak tahun 2014 sampai 2022, ada 10 negara yang terbesar terkait melakukan transaksi pemasukan maupun keluar terhadap pihak ACT.

Bahkan, PPATK melihat ada lebih dari 2 ribu kali pemasukan dari entitas asing ke yayasan ACT dengan angkanya di atas Rp 64 miliar.

Baca Juga :  KPK Resmi Membuka Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Truk Angkut Di Basarnas

“Lalu Kemudian ada ke luar dari entitas ini ke luar negeri, lebih dari 450 kali angkanya Rp 52 miliar sekian, jadi kegiatan dari entias ini ada aktivitas dengan luar negeri,” terang Ivan.

Ivan pun merinci, setidaknya ada 10 negara besar yang terdeteksi dalam aliran dana ACT, antara lain Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, Hongkong, Australia, Belanda. Dimana, ada transaksi dengan angka tertinggi sebesar Rp 20 miliar.

Kemudian, kata Ivan, PPATK melihat transkasi yang dilakukan yayasan kepada pihak tertentu, yang apabila dipatok pada Rp 700 juta ke atas, maka ada sekitar 16 pihak luar negeri baik individu atau pun lembaga asing yang menerima aliaran dana dari ACT.

“Kemudian 10 negara terbesar yang terafiliasi, terbesar keluar antara lain adalah Turki, Thailand, China, Palestina, kemudian beberapa negara lain,” terangnya.

Maka, terkait beberapa transaksi itu, Ivan menyebut pihaknya akan melakukan pendalaman lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, terkait diduga terkait aktivitas terlarang di luar negeri, baik langsung dan tidak langsung.

“PPATK sudah memberikan hasil analisis terhadap teman-teman penegak hukum terkait,” imbuhnya.

Sementara, Direktur Hukum dan Regulasi PPATK Fitriadi Muslim menjelaskan, soal kategori negara-negara dengan beresiko tinggi yang dimaksud.

Baca Juga :  Teras Dukung Pelayanan Publik Gunakan Sistem Digital

Mengutip hasil piblikasi dari Financial Action Task Force Money Laundering atau FATF, negara-negara bersiko tinggi adalah negara yang dianggap masih lemah sistem anti money Laundering.

Dimana, setiap transaksi yang dilakukan oleh para pihak yang terkait dengan negara-negara yang masuk, diminta untuk dilakukan secara mendalam.

“Sejauh ini dalam publikasi FATF, yang masuk dalam negara-negara masuk itu diantaranya adalah Korea Utara dan Iran.

Ini dalam konteks pemenuhan standar internasional dalam pencegahan money laundering. Mereka dianggap sistemnya itu belum standar internasional,” kata Fitriadi.

Uang Donasi Untuk Bisnis

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mengungkap bahwa lembaga ACT diduga memakai uang donasi untuk kepentingan bisnis perusahaan yang terafiliasi dimiliki oleh pemimpinnya.

Ivan mengatakan, hal itu berdasarkan laporan hasil analisis yang dilakukannya periode 2018-2019.

“Memang PPATK melihat bahwa entitas yang kita lagi bicarakan ini berkaitan langsung dengan usaha yang berkaitan langsung dengan pendirinya, dimiliki langsung oleh pendirinya.

Jadi ada beberapa PT disitu. Dan pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu pengurus,” kata Ivan.

Namun begitu, dia tidak merinci mengenai bisnis yang terafiliasi dengan pimpinan ACT.

Yang jelas, PPATK menemukan adanya transaksi yang masif yang berkaitan dengan bisnis tersebut.

Baca Juga :  Gerindra Nilai Isu Sandiaga Pindah Ke PPP Bisa Jadi Benar

“Ada transaksi memang dilakukan secara masif terkait dengan entitas yang dimiliki si pengurus tadi. Jadi kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis to bisnis.

Jadi tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan tapi dikelola dulu dalam bisnis tertentu dan disitu tentunya ada revenue ada keuntungan,” jelasnya.

Also Read