Hukrim  

Kades Kinipan Divonis Bebas, Diwarnai Tembakan dan Demonstrasi Ratusan Massa

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Kepala Desa Kinipan Willem Hengki tak kuasa menahan tangis dan sujud syukur di depan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya, Rabu (15/6).

Majelis Hakim menyatakan Willem Hengki tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tipikor terkait pembangunan jalan Desa Kinipan.

“Membebaskan terdakwa dari dakwaan,” tegas Erhammudin, Ketua Majelis Hakim didampingi Hakim Ad Hoc Kusmat Tirta Sasmita dan Muji Kartika Rahayu.

Sekitar 500 orang peserta aksi demonstrasi yang mengikuti persidangan melalui siaran streaming media sosial, langsung meneriakkan kegembiraan mereka. Ratusan orang dengan mayoritas anggota Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) memang telah berkumpul di depan Pengadilan Tipikor sejak pukul 06.30 WIB.

Anggota TBBR dapat dikenali dari pakaian dan ornamen dengan aksen dominan merah serta menenteng mandau. Anggota TBBR dan warga Desa Kinipan meyakini Willem Hengki adalah korban kriminalisasi karena mempertahankan hutan adat, meski harus melawan pihak pengusaha perkebunan sawit dan Pemerintah Daerah Lamandau.

Awalnya massa sempat memaksa masuk dan mendorong-dorong pagar pengadilan, membuat aparat kepolisian sempat mengeluarkan tembakan peringatan. Suara senjata membuat emosi sejumlah pendemo meningkat dan balik mengancam aparat kepolisian.

“Polisi jangan mancing!” teriak sejumlah demonstran. Namun emosi massa akhirnya dapat diredam oleh sejumlah pihak, baik dari peserta aksi maupun pihak kepolisian. Ketika putusan sedang dibacakan, massa sempat menyembelih seekor ayam lalu melemparkannya ke halaman pengadilan yang telah dikelilingi kawat berduri.

“Itu simbol kalau kami tidak mendapat keadilan, maka yang menghalangi kami akan seperti itu!” teriak massa.

Dalam persidangan, Majelis Hakim menyatakan ada sejumlah pertimbangan yang mendasari keputusan mereka. Pertimbangan tersebut antara lain berupa kesimpulan bahwa tidak terpenuhinya unsur kerugian negara, unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, dan unsur melawan hukum, sehingga unsur pidana dalam Pasal 2 Undang Undang Pemberantasan Tipikor tidak terpenuhi.

Demikian pula tidak terpenuhinya unsur menyalahgunakan kewenangan, jabatan, kesempatan dan atau sarana sebagaimana dalam Pasal 3 UU tentang Pemberantasan Tipikor.

Willem Hengki terjerat perkara dugaan korupsi karena dakwaan menyalahgunakan Dana Desa untuk membayar pekerjaan jalan desa pada tahun 2019, sehingga berakibat merugikan negara sebesar Rp261.356.798,57.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Willem dengan pidana penjara selama 1,5 tahun dan denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Namun Majelis Hakim dalam pertimbangannya berpendapat berbeda dari tuntutan JPU.

“Perbuatan terdakwa justru menguntungkan Pemerintah Desa Kinipan karena mengurangi utang desa,” kata Majelis Hakim.

Alasannya, karena pembayaran juga telah melalui perhitungan konsultan, serta karena tidak ada keuntungan yang didapat terdakwa. Keputusan membayar utang desa kepada pelaksana pekerjaan jalan, berdasar pada kesepakatan warga desa dan hasil konsultasi dengan instansi terkait hingga Wakil Bupati Lamandau.

Atas putusan tersebut, JPU Okto Samuel Silaen menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan kasasi karena harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pimpinan mereka.

“Kebenaran akan tetap menang. Walaupun sebenarnya hari ini saya sakit karena harus diproses hingga hari ini,” kata Willem Hengki, usai persidangan.

Parlin Bayu Hutabarat selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa, meyakini sejak awal bahwa kliennya tidak bersalah dan menyatakan akan bersiap menghadapi langkah hukum JPU, jika nantinya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

“Keadilan masih ada. Pertimbangan Majelis Hakim sangat detail. Keputusan ini bebas murni,” kata Parlin.

Kedatangan Willem didampingi PH disambut massa pendemo dengan penuh antusias. Willem sempat menyampaikan orasi dan meminta para pendukungnya bersabar. Karena meski telah mendapat vonis bebas, namun proses hukum belum berakhir.

Terpisah, Yudi Eka Putra, Pj Humas Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tipikor Palangka Raya, membantah keputusan membebaskan terdakwa karena ada tekanan massa kepada Majelis Hakim.

“Semata-mata pertimbangan Hakim berdasarkan alat bukti, kemudian filosofis penjatuhan pemidanaan, yaitu kesetaraan di mata hukum. Bukan produk dari perasaan tertekan atau terintimidasi. Kami Hakim tidak pernah memerhatikan hal seperti itu,” pungkas Yudi. dre

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *