Hukrim  

Tiga Hakim Pulpis Dilaporkan ke Komisi Yusdisial

PALANGKA RAYA/CO.ID – Wahyudi melalui Penasihat Hukumnya Baron Ruhat Binti SH, resmi melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pulang Pisau ke Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia atas Putusan terhadap Wahyudie dalam Perkara Pidana Nomor: 8/Pid.B/2022/PN Pps. Laporan tersebut tertuang dalam surat bernomor 2143/B&R/BJM/VI/2022 tertanggal 23 Juni 2022 yang ditanda tangani oleh Baron Ruhat Binti SH sebagai penasihat hukum Wahyudie.

Baron Ruhat Binti SH kepada Tabengan, Minggu (26/6/2022) siang, membenarkan pihaknya telah resmi melayangkan surat kepada Ketua Komisi Yudisial RI.

Dalam suratnya, Baron melaporkan dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang dilakukan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Pulang Pisau, yaitu Dian Nur Pratiwi (Hakim Ketua) Herjanriasto Bekti Nugroho (Hakim Anggota) dan  Silvia Kumalasari  (Hakim Anggota).

“Dasar dan pertimbangan laporan tersebut, bahwa Wahyudi diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim atas laporan pengaduan oleh PT. Lison Jaya sebagai saksi Pelapor dikarenakan telah mengalami kerugian akibat adanya kekurangan pembayaran uang yang seharusnya diterima oleh PT. Lison Jaya sejumlah Rp.568.778.450,- . Namun pada saat berjalannya sidang pemeriksaan perkara, Wahyudi tetap berupaya mengembalikan kekurangan pembayaran uang kepada PT. Lison Jaya sebagai bentuk penyelesaian permasalahan yang terjadi, dengan mengajukan perdamaian secara kekeluargaan untuk membayar sebagian uang dari kekurangan pembayaran serta menyerahkan beberapa Sertifikat Hak Milik untuk memulihkan kerugian yang dialami oleh PT. Lison Jaya. Pelapor dan PT. Lison Jaya selesaikan permasalahan secara kekeluargaan, dengan PT. Lison Jaya menerima sebagian uang dari kekurangan pembayaran dimaksud serta beberapa Sertifikat Hak Milik diserahkan oleh Pelapor yang secara keseluruhan melebihi nilai ekonomis dari nilai kerugian PT. Lison Jaya, atas alasan tersebut PT. Lison Jaya,” papar Baron.

Ironisnya, kata Baron, Kendati perdamaian dan penyelesaian sudah terjadi, hakim tetap memvonis Wahyudi 1, 6 tahun.

Oleh karena itu, menurut Baron, dengan pemidanaan yang akan dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Terdakwa sebagaimana dalam amar putusan, mencerminkan rasa ketidak-adilan baik bagi terdakwa maupun bagi masyarakat”,

“Pertimbangan hukum dalam perkara pidana ini sangat bertentangan dengan putusan, karena dengan itikad baik Pelapor yang sudah mengembalikan uang milik PT. Lison Jaya, dan kerugian yang dialami oleh PT. Lison Jaya telah dipulihkan, kemudian PT. Lison Jaya juga menyatakan tidak menuntut lagi perselisihan yang terjadi dengan Pelapor, namun vonis yang dijatuhkan terhadap Terdakwa yakni kepada Pelapor merupakan pemidanaan sebagai pembalasan atau balas dendam.

Selain itu, kata Baron, vonis yang dijatuhkan terhadap Wahyudi tidak mendidik dan sangat jelas telah mengabaikan penerapan hukum berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) yang sepatutnya harus dikedepankan, sebagai suatu penyelesaian yang efektif berdasarkan asas keseimbangan.

“Pertimbangan hukum yang dibuat oleh Majelis Hakim mengesampingkan adanya perdamaian antara PT. Lison Jaya dan Pelapor, bahkan adanya perdamaian tidak dipertimbangkan sama sekali oleh dengan tetap dijatuhkan pidana penjara Wahyudi semata-mata menderitakan seseorang, serta tidak mencerminkan rasa keadilan bagi Pelapor sebagai Terdakwa,” tandas Baron.dor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *