Hukrim  

Vonis Tak Cerminkan Keadilan, Baron Akan Laporkan Hakim ke KY

PALANGKA RAYA/Corong Nusantara – Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pulang Pisau terhadap terdakwa penggelapan Wahyudie dinilai tidak mengedepankan rasa keadilan hukum, tetapi balas dendam. Padahal hukum Indonesia mengedepankan keadilan restoratif. Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Terdakwa Wahyudie, Baron Binti dalam memori banding yang diajukan kepada Pengadilan Tinggi Palangka Raya.

Pasalnya, terdakwa mempunyai itikad baik membayar hutang piutang antara terdakwa dengan PT Lison Jaya atas jual beli material. Selain itu, setelah terdakwa membayar dan menyerahkan beberapa surat berharga sebagai pembayaran sisa utang, PT Lison Jaya juga mencabut tuntutannya terhadap terdakwa. Sebab, persoalan tersebut telah dianggap selesai.

“Ini semua kami lampirkan dalam memori banding. Kita ingin penerapan kealidan restorarif atau restorative justice dapat dikedepanpan. Bukan lagi hukuman balas dendam yang dipertunjukan,” kata Baron Binti melalui rilis, Kamis (9/6).

Baron menegaskan, sejak awal terdakwa punya itikad baik untuk melunasi semua kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatannya. Terdakwa telah membayar senilai Rp 177 juta lebih dari total kerugian Rp 586 juta lebih yang dialami PT Lison Jaya.

“Kemudian dalam jual beli meterial PT Lison Jaya ini, terdakwa juga dijanjikan fee sebesar 5 persen atau sekitar Rp 218 juta lebih. Fee tersebut belum dibayarkan dan itu disampaikan dalam persidangan. Namun majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan fee tidak diperhitungkan sebagai milik terdakwa,” tegasnya.

Baron menjelaskan, sebagai bentuk tanggung jawab moral terdakwa dalam perkara tersebut, terdakwa telah menyerahkan beberapa surat berharga untuk melunasi hutang kepada PT Lison Jaya dan juga surat pernyataan yang ditandatangi terdakwa, keluarga terdakwa, dan manajemen PT Lison Jaya.

“Sudah ada upaya mediasi secara kekeluargaan dan penyerahan surat pernyataan serta sertifikat hak milik terdakwa. Atas itikad baik itu dan pemulihan kerugian, PT Lison Jaya menyatakan kekurangan pembayaran telah dianggap selesai. PT Lison Jaya sudah tidak lagi mempersoalkan tindak pidana serta telah mencabut tuntutannya,” tukasnya.

Ditegaskannya, atas vonis majekis hakim terdakwa keberatan dan mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Palangka Raya. Tentu dengan harapan agar perkara tersebut dapat ditangani dengan mengedepankan rasa keadilan.

“Atas vonis 1 tahun 6 bulan Pengadilan Negeri Pulang Pisau, kita mengajukan 17 keberatan dan meminta kepada Pengadilan Tinggi dapat memutus perkara tersebut seadil-adilnya,” kata Baron.

Baron juga mempertanyakan yang mana berkas banding yang terkesan terburu-buru di kirim ke PT Palangka Raya tanggal 6 Juni 2022, padahal memori banding dan kontra memori banding belum ada.

“Ini aneh, berkasnya baru tanggal 7 Juni kami serahkan ke PN Pulpis. Ada apa?” tanya Baron.

Untuk itu, Lanjut Baron, selain melakukan upaya hukum banding, kami saat ini sedang mempertimbangkan untuk melaporkan perilaku majelis hakim pulpis yang mengutamakan pembalasan dengan memenjarakan pelaku daripada seharusnya menyelesaikan perkara ini dengan keadilan restoratif, kepada Komisi Yudisial!

Manurut Baron, mengutif Kaidah Hukum: “Dalam menyelesaikan suatu perkara pidana, apabila hakim menemukan suatu penyelesaian yang efektif berdasarkan asas keseimbangan, rasa keadilan, pemaafan, dan manfaatnya jauh lebih besar apabila perkara pidana a quo dihentikan karena adanya pencabutan perkara oleh Pelapor ketimbang pemeriksaan perkara diteruskan hanya dengan memenuhi formalitas hukum, maka Hakim dapat saja menyimpangi aspek hukum formal  (Hukum Acara Pidana).”ist/dor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *