NANGA BULIK/Corong Nusantara– Puluhan orang yang menamakan diri Masyarakat Adat Desa Sekoban, Kecamatan Lamandau, Kabupaten Lamandau melakukan aksi demonstrasi di Area Portal Perkebunan Kelapa Sawit PT First Lamandau Timber International (FLTI), Desa Sekoban, Senin (31/1/2022).
Melalui Koordinator Aksi, Artia Nanti, mereka menyampaikan sejumlah tuntutan yang disebutnya sebagai hasil kesepakatan Masyarakat Adat Desa Sekoban. Antara lain menuntut PT FLTI atas janji-janji yang belum dipenuhi melalui hasil kesepakatan dengan Bupati Kotawaringin Barat pada 22 Maret 2010 dan Bupati Lamandau pada 20 Agustus 2014 untuk membangun kebun plasma.
Kemudian, sebut Artia, Masyarakat Adat Desa Sekoban menuntut kebun (kelapa sawit) yang dikuasai dan digarap PT FLTI yang berada di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK) seluas 460 hektare.
“(Luasan lahan HPK itu) berdasarkan hasil overlay dengan pemerintah daerah, BPN Kabupaten Lamandau, PT FLTI, Tim Koordinasi dan Masyarakat Adat Desa Sekoban pada 16 September 2021. Kami meminta agar lahan itu dijadikan kebun kemitraan dengan Masyarakat Adat Desa Sekoban,” kata Artia, yang didampingi Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad) Kabupaten Lamandau saat aksi.
Selanjutnya, Masyarakat Adat Desa Sekoban akan mengklaim lahan HPK tersebut dengan status quo. Dengan demikian, PT FLTI tidak bisa melakukan segala aktivitas, termasuk panen dan perawatan di areal lahan kawasan HPK tersebut mulai 31 Januari 2022 sampai ada keputusan dari PT FLTI dan pemerintah daerah.
Artia juga mengultimatum agar PT FLTI merealisasikan tuntutan masyarakat tersebut dengan tenggat waktu selama 6 hari kerja setelah pernyataan sikap itu disampaikan. Pernyataan sikap Masyarakat Adat Desa Sekoban itu juga diserahkan langsung kepada Humas PT FLTI, Suryaman, yang hadir saat demontrasi berlangsung.
“Apabila pihak perusahaan (FLTI) masih melakukan aktivitas di dalam kawasan HPK dan tidak menindaklanjuti keberatan kami ini, maka kami akan menurunkan massa lebih banyak lagi dan menduduki lahan tersebut,” tandasnya.
Ketika dikonfirmasi, Rabu (2/2), PT FLTI melalui Humas, Suryaman menyampaikan tanggapan perihal tuntutan masyarakat Desa Sekoban. Suryaman menyebut, sejak awal masyarakat Desa Sekoban tidak menginginkan adanya pembangunan kebun plasma dari PT FLTI, dengan alasan Desa Sekoban sudah memiliki kemitraan dengan perusahaan lain.
“Kemudian, karena Desa Sekoban tidak ingin bermitra untuk kebun plasma, maka Desa Sekoban meminta untuk diberikan bibit kelapa sawit sebanyak 6.800 pokok, dan dalam hal pemberian bibit telah diberikan pada tahun 2012. PT FLTI juga telah memberikan kompensasi hak atas tanah potensi desa dan tanah garapan warga seluas 282 hektare (ha) dan 88 ha. Hal ini telah disepakati oleh Desa Sekoban dan PT FLTI pada tahun 2011 lalu. Kemudian hasil mediasi oleh Pemkab Lamandau pada 2014 disepakati bahwa FLTI bersedia membangun plasma untuk warga Desa Sekoban dengan ketentuan tanah disediakan oleh warga Desa Sekoban,” katanya.
Kemudian, sambung Suryaman, FLTI telah memberikan kompensasi ganti rugi lahan seluas 98,301 ha, memberikan kompensasi ganti rugi lahan hak milik pribadi seluas 15 ha. Total kompensasi ganti rugi lahan yang diberikan PT FLTI kepada Desa Sekoban pada 2014 seluas 113,31 ha.
“Pada tahun 2017, Camat Lamandau menginstruksikan kepada Desa Sokoban agar terlebih dahulu membenahi legalitas koperasi yang akan dijadikan mitra. Desa Sekoban berjanji untuk menyiapkan lahan, namun hingga saat ini belum terlaksana,” katanya.
Pada 9 Oktober 2021, Pemerintah Desa Sekoban beserta warga melakukan musyawarah dengan PT FLTI yang menyepakati Kepala Desa Sekoban akan menyiapkan lahan bagi kelompok tani dengan target pembangunan kebun plasma.
“PT FLTI tetap berpegang kepada kesepakatan di mana perusahaan bersedia untuk membangun kebun plasma dengan syarat lahannya disediakan oleh warga Desa Sekoban,” kata Suryaman.
Suryaman juga menyebut, PT FLTI aktif memberikan kontribusi dan bantuan kepada masyarakat Desa Sekoban. Misalnya dalam bentuk bantuan pembangunan rumah adat, bantuan perbaikan jalan dan jembatan, pembukaan tapak gereja serta pemberian bantuan honorarium bagi guru TK.
“PT FLTI menolak rencana pengambilalihan lahan perkebunan PT FLTI sebagai lahan plasma karena selain berpotensi melanggar hukum dan merugikan PT FLTI yang saat ini sedang berjuang melewati masa kritis akibat pandemi Covid-19, serta juga kiranya tidak sesuai dengan kesepakatan bersama sebelumnya. Kami berharap agar masyarakat Desa Sekoban tetap berfokus mencari lahan untuk pembangunan plasma dengan berkoordinasi bersama jajaran pemerintah daerah terkait,” pungkasnya. c-kar