Taliban Membakar Alat Musik Dengan Alasan Menyesatkan Masyarakat

Redaksi

Taliban Membakar Alat Musik Dengan Alasan Menyesatkan Masyarakat

Corong Nusantara – Pemerintahan Taliban di Afganistan telah kembali menghadirkan tindakan kontroversial dengan membakar sejumlah alat musik. Kelompok militan tersebut berargumen bahwa alat musik dapat menyesatkan generasi muda dan merusak masyarakat. Laporan dari kantor berita milik pemerintah, Bakhtar, menyebutkan bahwa polisi agama Taliban melakukan pembakaran alat musik di Provinsi Herat, Afganistan.

Kepala Kementerian Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan, Sheikh Aziz al-Rahman al-Muhajir, menyatakan bahwa musik menyebabkan “kesesatan kaum muda dan kehancuran masyarakat.” Pernyataan ini menegaskan kembali pandangan keras Taliban terhadap musik nonreligius, yang pernah mereka larang saat berkuasa pada era 1990-an.

Gambar-gambar yang dirilis oleh Taliban menunjukkan para pejabat berkumpul di sekitar api yang membakar berbagai alat musik, termasuk gitar, harmonium, dan pengeras suara. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahannya kembali mengambil langkah untuk melarang dan menghancurkan segala bentuk musik yang mereka anggap tidak sesuai dengan interpretasi mereka tentang Islam.

Sebelum kedatangan Taliban pada Agustus 2021, Afganistan memiliki tradisi musik yang kaya dan beragam, dipengaruhi oleh budaya musik klasik Iran dan India. Negara ini juga memiliki pasar musik pop yang berkembang pesat, yang menggabungkan instrumen elektronik dengan ketukan tarian yang mengikuti ritme tradisional. Sayangnya, kedua jenis musik ini mengalami penindasan sejak Taliban merebut kembali kekuasaan.

Baca Juga :  Ini Dia 7 Sosok Politikus Indonesia yang Terkenal di Mata Dunia, Siapa Sajakah?

Akibat larangan dan penindasan ini, banyak musisi di Afganistan yang terpaksa meninggalkan negaranya. Institut Musik Nasional Afganistan, yang sebelumnya dikenal karena inklusivitasnya, juga mengalami dampak negatif akibat pemerintahan Taliban. Siswa dan guru dari institut tersebut belum kembali ke kelas-kelas karena kebijakan yang diberlakukan oleh Taliban.

Saat merebut kekuasaan, Taliban berjanji akan memberlakukan pemerintahan yang lebih moderat dibandingkan masa kekuasaan mereka sebelumnya pada tahun 1990-an. Mereka menyatakan akan melindungi hak-hak perempuan dan minoritas. Namun, kenyataannya justru berbeda. Taliban kembali memberlakukan serangkaian kebijakan yang keras, termasuk eksekusi di hadapan publik dan melarang pendidikan bagi perempuan di atas kelas enam.

Selain itu, Taliban juga mengeluarkan larangan bagi perempuan untuk bekerja di sebagian besar bidang pekerjaan, serta memaksa mereka untuk mengenakan burqa saat berada di luar rumah. Larangan ini berdampak buruk pada ekonomi keluarga, seperti pada kasus penutupan salon kecantikan yang menyebabkan kesulitan ekonomi bagi keluarga mempelai pria selama perayaan pernikahan.

Meskipun Taliban mempertahankan kebijakan yang keras, sejumlah perempuan di Afganistan menolak untuk menutup wajah dan mengenakan burqa. Pemimpin Taliban, Hibatullah Akhundzada, telah memerintahkan agar perempuan menutupi wajah mereka sepenuhnya di depan umum karena dianggap sebagai tradisi yang terhormat. Namun, banyak perempuan yang tetap berani menolak kebijakan ini dan berjalan di jalanan dengan wajah terbuka.

Also Read