Daerah  

Saluran Sekunder Food Estate Desa Pantik Perlu Direhabilitasi

Saluran Sekunder Food Estate Desa Pantik Perlu Direhabilitasi

Corong Nusantara – Kepala Desa Pantik Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau Dwi Cahyono mengatakan ada sebanyak 47 saluran sekunder perlu direhabilitasi dan pendalaman agar berfungsi dengan baik untuk mendukung pengairan di lahan-lahan persawahan milik petani di desa setempat.

“Saluran sekunder ini untuk mengaliri sawah-sawah milik petani, karena sejak Proyek Lahan Gambut (PLG) saluran irigasi ini belum pernah ada pendalaman,” kata Dwi Cahyono, Selasa.

Dia mengungkapkan, Desa Pantik masih masuk dalam kawasan Food Estate yang menjadi program strategis nasional untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Ada sebanyak 600 hektare lahan yang dikembangkan untuk persawahan dan di dalamnya termasuk 100 hektare lahan yang telah masuk intensifikasi program food estate.

Dengan kondisi saluran sekunder yang ada saat ini, terang Dwi, hasil produksi padi pertanian setempat menjadi kurang maksimal.

Dirinya berharap kendala yang dihadapi para petani ini bisa mendapat perhatian dari dinas atau instansi terkait sehingga masalah pengairan ini bisa teratasi.

“Jika air sedang pasang, air payau ikut bercampur masuk ke dalam areal persawahan sehingga berpengaruh pada hasil produksi petani,” ucapnya.

Menurut Dwi Cahyono, saluran sekunder yang ada di wilayahnya terdapat sebanyak 47 saluran. Sebagian besar saluran sekunder sudah banyak yang mengalami pendangkalan dan penyempitan tertutup dengan tumbuh-tumbuhan liar.

Hampir rata-rata masyarakat di desa setempat mayoritas sebagai petani dan berharap keberadaan saluran sekunder bisa menjadi perhatian untuk mendapat pembenahan.

Terkait dengan lahan tidur, Dwi Cahyono mengakui masih ada ditemukan di desa setempat. Luasannya mencapai lebih dari 500 hektare.

Keberadaan lahan tidur yang belum dimanfaatkan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya keterbatasan modal masyarakat untuk mengolah lahan tidur menjadi produktif.

“Selain petani terkendala modal untuk mengolah lahan, ada juga lahan yang ditinggal pemiliknya merantau ke luar daerah sehingga tidak tergarap dan termanfaatkan,” demikian Dwi Cahyono.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *