PALANGKA RAYA/Corong Nusantara– Opini yang dilontarkan Ricky Zulfauzan, Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Palangka Raya (UPR), terkait pemilihan Rektor UPR periode 2022-2026 yang dinilai memojokkan Dr Andrie Elia SE MSi melalui salah satu media daring, kian menuai kontroversi dari masyarakat hingga sejumlah lembaga maupun organisasi adat Dayak.
Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Palangka Raya Dr Mambang Tubil SH MAP melalui rilisnya kepada Tabengan, Jumat (24/6/2022), menyampaikan, pernyataan Ricky Zulfauzan di media masa yang ditujukan kepada Rektor UPR Dr Andrie Elia SE MSi memiliki unsur provokatif dan men-justice.
“Opini Ricky Zulfauzan seolah-olah seperti telaah hukum, namun bukan kapasitasnya untuk memublikasi kepada publik dan memberi penafsiran yang keliru terhadap penerapan hukum yang sebenarnya. Saya sebagai Pimpinan Lembaga Adat dan Praktisi Hukum meminta kepada Ricky Zulfauzan untuk tidak membuat opini yang menyudutkan dan men-justice seseorang, termasuk pimpinan UPR sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terbesar di Kalteng,” ucapnya.
Dijelaskan Mambang, menyampaikan pendapat dan opini secara demokratis merupakan hal yang biasa dalam aspek kebebasan, termasuk persepsi, perbedaan pendapat dan sudut pandang serta kepentingan.
Namun, hal tersebut harus dilakukan secara bermartabat dan menjunjung tinggi asas-asas intelektualitas yang mengedepankan logika, integritas keilmuan serta objektivitas dalam berpikir dan berpendapat, tanpa bersikap tendensius atau mendiskreditkan pihak lain. Apalagi terhadap tokoh yang dihormati secara luas karena peran dan jasanya bagi perkembangan pembangunan keilmuan dan sumber daya manusia (SDM) di Kalimantan.
“Bagi lembaga adat Dayak, Dr Andrie Elia SE MSi merupakan tokoh yang sangat dihormati dan menjadi panutan. Karena beliau mampu meningkatkan sumber daya UPR bersaing dengan universitas lain seluruh Indonesia. Sehingga tidak diragukan lagi komitmen untuk bersama-sama membangun SDM manusia Dayak agar dapat sejajar dengan komunitas lain di negeri ini,” ujarnya.
Kendati demikian, ia menekankan kepada Ricky Zulfauzan bisa menyelesaikan setiap persoalan dengan menjunjung tinggi integritas keilmuan. Logika dan ilmu harus bersatu dengan kebijaksanaan serta mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah mufakat.
“Sebagai sesama akademisi, kita seharusnya bisa menyelesaikan setiap persoalan dengan menjunjung tinggi integritas keilmuan, di mana logika dan ilmu harus bersatu dengan kebijaksanaan serta mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah mufakat sesuai dengan prinsip-prinsip Huma Betang yang menjadi filosofi luhur suku Dayak di seluruh Kalimantan dan dunia,” tandasnya.
Opini Ricky Zulfauzan yang dilontarkan melalui salah satu media daring, menyimpulkan adanya tendensi untuk menghancurkan karakter sekaligus menjatuhkan reputasi Rektor UPR Dr Andrie Elia di depan umum atas nama peraturan perundang-undangan yang bukan kewenangan dari Rizky Zulfauzan.
“Melihat manuver-manuver yang kami baca dalam rilis Ricky, terlihat ada tendensi untuk menghancurkan karakter saudara Dr Andrie Elia yang bagi kami tidak dapat diterima. Bagi kami, politik kampus adalah politik ilmu pengetahuan dan bukan politik kekuasaan. Namun, melihat apa yang terjadi terhadap saudara Dr Andrie Elia, kami menyimpulkan bahwa persoalan ini memiliki tendensi menjatuhkan reputasi yang bersangkutan di depan umum atas nama peraturan dan perundang-undangan yang bukan merupakan kewenangannya, dan secara tidak bermartabat dengan tidak mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah mufakat untuk menyelesaikan setiap persoalan yang seharusnya dapat diselesaikan secara internal,” tegasnya.
Selain itu, sambungnya, tudingan yang sampaikan Ricky Zulfauzan kepada yang bersangkutan terindikasi fitnah dan bermuatan politis yang dilakukan secara subjektif dengan menafsirkan peraturan menurut sudut pandang dan tafsiran pribadi.
“Kami mewakili DAD meminta Ricky Zulfauzan untuk dapat lebih bijak dalam beropini dan menarik kembali pernyataan-pernyataan yang secara eksplisit maupun implisit telah menjatuhkan martabat tokoh Dayak yang kami hormati, serta meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat luas. Jangan sampai sebagai akademisi yang mengemban tugas sebagai kelompok Intelektual yang memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mempertontonkan ambisi dan kepentingan dengan menghalalkan segala cara, yang tentu akan dibaca/diakses oleh masyarakat luas dan mahasiswa karena publikasikan di media massa,” pungkasnya. nvd