Daerah  

VONIS BEBAS TERDAKWA NARKOBA DAN KORUPSI-Jaga Integritas dan Marwah Hukum di Kalteng

PALANGKA RAYA/Corong Nusantara Pasca-keputusan pengadilan yang menetapkan vonis bebas terhadap bandar narkoba dan kasus Kepala Desa (Kades) Kinipan yang belakangan ini menjadi topik hangat di masyarakat, mendapat perhatian dari sejumlah pengamat hukum. Salah satunya pengacara muda, Toga Hamonangan Nadeak.

Menurutnya, vonis bebas terhadap bandar narkoba dan kasus Kades Kinipan merupakan fenomena baru dan cukup menggemparkan, sehingga muncul polemik dari berbagai kalangan yang dikhawatirkan berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan yang bertugas menyelesaikan masalah di ranah hukum positif, baik pidana maupun perdata.

“Pengadilan memiliki tugas dan fungsi menegakkan hukum dan keadilan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 24 ayat (I) Undang-Undang Dasar (UUD) pasca-amandemen dan Pasal 24 ayat (2) tahun 1945 terkait pelaksanaan hukum peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) RI, badan peradilan di bawah MA seperti peradilan umum, peradilan, PTUN, peradilan militer dan peradilan agama, serta Mahkamah Konstitusi (MK). Apalagi lembaga peradilan harus menjunjung prinsip fiat justitia ruat caelum, keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh. Jangan sampai lembaga peradilan menimbulkan ketidakapastian dalam memberikan keadilan,” ucapnya.

Toga mengatakan, umumnya peradilan adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan sesuai Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 1984. Pengadil bertugas dan berwenang untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama, yang tertuang melalui Pasal 50 UU Nomor 2 Tahun 1986.

Bahkan, sesuai Pasal 52 UU No. 2 Tahun 1986, pengadilan bisa memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah di daerahnya apabila diminta. Apalagi selain menjalankan tugas pokok, pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan UU.

“Sudah menjadi tugas daripada lembaga peradilan untuk menegakkan kedilan seadil-adilnya. Apabila sesuatu yang terbukti salah tetapi setelah melalui proses peradilan menjadi dibenarkan, maka yang perlu dipertanyan bukanlah lembaganya, tetapi ‘si pengambil’ keputusan yaitu hakim dan atas dasar apa keputusan tersebut,” ujarnya.

Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) yang membidangi Hukum, Anggaran dan Pemerintahan ini juga menegaskan, apabila keputusan pengadilan menuai banyak protes dari masyarakat bahkan sampai melakukan aksi unjuk rasa, tentunya hal ini harus mendapat perhatian dari lembaga terkait.

“Ketidakpuasan masyarakat bisa berdampak pada hilangnya kepercayaan kepada lembaga peradilan. Sehingga wajib bagi setiap aparatur yang menjadi bagian dari lembaga peradilan untuk menjaga marwah hukum sesuai visi misi dan tugas pokok daripada pengadilan. Apalagi dalam beberapa kasus di Kalteng yang ditangani pengadilan, sempat membuat masyarakat keberatan dan melaksanakan aksi unjuk rasa,” pungkasnya.

Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (24/5/2022), memvonis bebas Salihin alias Saleh yang menjadi terdakwa perkara narkotika jenis sabu seberat 200 gram. Hakim Heru Setiyadi sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan terdakwa bersalah dengan Pasal 112 Ayat 2 UU No 35/2009 tentang kepemilikan narkotika golongan I melebihi berat 5 gram.

Namun 2 Hakim Anggota, Samsuni dan Erhammudin, berpendapat dakwaan tidak terbukti. Akhirnya putusan dilakukan dengan sistem suara terbanyak dan hasilnya menyatakan membebaskan terdakwa.

Untuk perkara dugaan korupsi, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya, Ketua Majelis Hakim, Irfanul Hakim, didampingi Hakim Ad Hoc Kusmat Tirta Sasmita dan Muji Kartika Rahayu, membacakan vonis atau putusan bebas kepada Kades Dadahup, Gunawan Samsi, Selasa (7/6/2022).

JPU sebelumnya mendakwa Gunawan Samsi telah melakukan pemerasan atau pungutan liar terhadap warga Desa Dadahup, Kabupaten Kapuas, yang hendak mengurus pembuatan Surat Pernyataan Tanah (SPT).

Kemudian pada Rabu (15/6/2022), Kades Kinipan Willem Hengki divonis bebas oleh Erhammudin, Ketua Majelis Hakim didampingi Hakim Ad Hoc Kusmat Tirta Sasmita dan Muji Kartika Rahayu. Willem Hengki terjerat perkara dugaan korupsi karena dakwaan menyalahgunakan Dana Desa untuk membayar pekerjaan jalan desa pada 2019, sehingga berakibat merugikan negara sebesar Rp261.356.798,57.

JPU menuntut Willem dengan pidana penjara selama 1,5 tahun dan denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Namun Majelis Hakim dalam pertimbangannya berpendapat berbeda dari tuntutan JPU.

“Perbuatan terdakwa justru menguntungkan Pemerintah Desa Kinipan karena mengurangi utang desa,” kata Majelis Hakim.nvd

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *