Daerah  

Warga Protes BPN Terbitkan Peta Bidang Sepihak

PALANGKA RAYA/Corong Nusantara- Tumpang tindih penerbitan bidang tanah di Kota Palangka Raya, kerap menjadi permasalahan klasik yang menuai protes dari masyarakat kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) karena dinilai tidak profesional mengatasi permasalahan.

Seperti yang disampaikan Andreas Masal, salah satu pemilik lahan di Jalan Perintis/Bandara Utama Perumahan Casadova. Dia mengaku kecewa terhadap pelayanan BPN Kota Palangka Raya, sebab pihak BPN dianggap lalai dengan indikasi menerbitkan peta bidang yang bukan atas namanya dan justru peta bidang tersebut akan diterbitkan atas nama orang lain.

“Saya sangat kecewa dengan perlakuan dan pelayanan BPN. Karena saya selaku salah satu pemilik lahan di Jalan Perintis, ketika ingin mengurus peningkatan proses peta bidang yang saya miliki, justru pihak BPN mengatakan bahwa kepemilikan lahan tersebut tumpang tindih. Sedangkan saya memiliki surat-menyurat kepemilikan yang lengkap dan telah diterbitkan oleh pihak Kelurahan Panarung,” ucap Andreas kepada Tabengan, Jumat (17/6).

Andreas mengaku telah mengurus peningkatan administrasi lahan miliknya ke BPN Kota Palangka Raya, namun justru menemukan titik buntu karena petugas berwenang BPN selalu tidak bisa ditemui.

Sebulan kemudian, alih-alih berharap masalah ini terselesaikan, ia justru menerima informasi dari pihak BPN bahwa telah diterbitkan peta bidang atas nama Nova Karyadi dan meminta agar pihak Andreas mencari Nova Karyadi serta membawa masalah tersebut ke ranah pengadilan.

“Saya sudah berkali-kali mencoba menanyakan proses peta bidang saya ke BPN, tapi tidak ditanggapi dengan serius dan terkesan diabaikan. Bahkan sebulan setelah kami mengajukan permohonan ke BPN, justru kami dikejutkan dengan diberikan surat penolakan dan di atas tanah kami ada indikasi telah diterbitkan peta bidang tanah atas nama Nova di lahan milik saya. Hal inilah yang membuat saya merasa keberatan karena BPN bisa-bisanya terbitkan peta bidang baru, tanpa melihat terlebih dahulu data kepemilikan lahan yang valid,” ujarnya.

Kendati demikian, data yang dilampirkan pihak BPN dalam surat penolakan untuk pembuatan Surat Peta Bidang Tanah, menurutnya, sangat berbeda dengan kondisi riil di lapangan ketika pihak BPN turun langsung ke lapangan didampingi oleh pihak kelurahan, dalam rangka melaksanakan pengukuran lahan miliknya.

“Sebelum dikeluarkannya surat penolakan ini, berkali-kali pihak BPN mengarahkan kami ke pengadilan untuk menyelesaikan masalah ini. Padahal menurut versi kami, tidak perlu sampai ke pengadilan karena seharusnya pihak BPN mengklarifikasi terlebih dahulu ke kelurahan, sesuai dengan letak lahan yang terlampir. Bahkan data dari surat ini tidak sesuai dengan hasil floating saat tim BPN didampingi dengan kelurahan turun ke lapangan. Malah jumlah luasan yang tertera sangat merugikan kami,” tegasnya.

Dijelaskan, lahan seluas kurang lebih 2 ha dimilikinya pada 2015 silam dibeli dan selama ini tidak pernah terjadi permasalahan dan ada bangunan permanen rumah. Namun, setelah lahan tersebut dibersihkan, banyak pihak yang mengaku pemilik lahan, namun tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan.

“Jangankan saya, Ketua RW dan pihak Kelurahan Panarung saja tidak mengenal pemilik peta bidang yang diterbitkan BPN atas nama Nova. Saya bisa berbicara seperti ini karena memang banyak yang mengetahui riwayat dan asal-usul tersebut. Bahkan masyarakat sekitar, termasuk Ketua RW 10 dan Lurah Panarung juga tahu bahwa sayalah yang menjadi pemilik lahan secara resmi sejak 2015,” tandasnya.

Itu sebabnya, Andreas menuntut agar pihak BPN bisa menyikapi permasalahan ini dengan bijak, mengingat ia selaku pemilik lahan hanya menuntut keadilan karena merasa haknya dihilangkan.

“Seharusnya pihak BPN bisa menyikapi permasalahan ini secara bijak. Setiap adanya permasalahan atau komplain yang tergolong sengketa, BPN wajib mengetahui batasannya. Dalam arti urusan penerbitan bidang tanah atau Sertifikat Hak Milik (SHM) itu memang wewenang mereka, tetapi karena masih SPT/SPPT, saya rasa BPN memang wajib untuk berkoordinasi dengan pihak kelurahan terlebih dahulu,” terangnya.

Di lain pihak, Ketua RW 10 Kelurahan Panarung, Kecamatan Pahandut, Rosidi membenarkan bahwa Andreas Masal merupakan pemilik resmi lahan seluas 2 ha yang terletak di areal Perumahan Casadova. Bahkan pasca-terjadinya kerusuhan antaretnis 2001 silam hingga saat ini, belum ada permasalahan yang muncul, hingga lahan milik Andreas Masal telah dibersihkan.

“Sesudah dibersihkan oleh Andreas, baru muncul berbagai klaim dari pihak lain, padahal sebelumnya tidak pernah ada masalah dan setahu saya si Andreas lah pemilik resmi dari lahan tersebut. Bahkan setelah Andreas mengurus surat-menyurat lahan tersebut, tiba-tiba dari BPN menyatakan bahwa lahan tersebut milik orang lain, yang dalam hal ini adalah Nova dan saya sendiri selaku RW tidak pernah mengenal, bahkan bertemu dengan yang namanya Nova,” cetusnya.

Terpisah, Lurah Panarung Evi Kahayanti membenarkan bahwa pihak kelurahan sebelumnya telah menerbitkan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT), mengingat Andreas Masal merupakan pemilik resmi berdasarkan riwayat dan asal-usul keberadaan lahan seluas 2 ha tersebut dan selama ini tidak pernah muncul masalah.

“Selama ini tidak pernah muncul permasalahan dan justru baru muncul berbagai klaim dari pihak lain sekarang, padahal dari data Kelurahan Panarung sendiri memang benar bahwa lahan itu dimiliki oleh Andreas Masal,” pungkasnya. nvd

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *