Sidang Etik DKPP Jadi Tertutup Saat Tayangkan Alat Bukti Video Dugaan Kecurangan KPU

Redaksi

Corong Nusantara – Sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP mendadak berubah menjadi tertutup saat menampilkan video sebagai alat bukti dugaan kecurangan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Adapun sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu perkara Nomor 10-PKE-DKPP/I/2023 digelar di Ruang Sidang DKPP RI di Jakarta pada Selasa (14/2/2022).

Mulanya, majelis sidang DKPP mempersilahkan pemutaran video alat bukti tersebut di persidangan.

Bahkan sebelum pemutaran video, alat bukti lain berupa rekaman suara sempat dihadirkan ketika sidang digelar terbuka.

Namun teradu 9, Jelly Kantu yang merupakan Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe meminta pertimbangan majelis sidang agar video alat bukti tersebut tidak ditayangkan dalam sidang terbuka.

Ia pun mengakui bahwa dirinya ada di dalam video tersebut.

“Setelah saya lihat beberapa menit detik dari video tersebut ternyata itu klarifiaksi yang dilakukan terhadap saya. Mohon pertimbangan Yang Mulia, sebagaimana saya menjawab pada persidangan pertama, tentang kondisi psikologi yang saya alami waktu klarifikasi, apakah bisa pertimbangannya Yang Mulia agar rekaman klarifikasi ini hanya menjadi konsumsi majelis saja,” kata Jelly Kantu.

Ia mengungkap alasannya agar video bukti tersebut tidak ditampilkan dalam sidang terbuka.

Hal ini, kata dia, lantaran mempertimbangkan kondisi psikologisnya.

“Karena juga bukti ini apakah didapat atau seizing saya di dalam klarifikasi tersebut. Itu adalah klarifikasi internal yang kalau diumbar ke publik bagaimana kondisi psikologis saya,” ujarnya.

Ketua DKPP yang bertindak sebagai Ketua Majleis Sidang, Heddy Lukito pun mengamini permohonan pihak Teradu IX tersebut.

Terlebih, kata Heddy, sebagian video pun sempat diputar pada persidangan terbuka. Selain ktu, transkrip perbincangan pada video tersebut pun sudah diberikan ke majelis sidang.

Baca Juga :  Mahfud MD Mengaku Tak Bisa Larang Gerakan Masyarakat Yang Ingin Presiden Jokowi 3 Periode

“Karena kualitas suaranya juga tidak bagus, tidak jelas, untuk didengarkan di persidangan ini, majelis berkesimpulan transkrip rekaman yang disampaikan oleh pengadu diterima sebagai salah satu bukti di persidangan. Tanpa harus memutar rekaman,” katanya.

“Ini tadi disampaikan para pengadu ini persidangan etik sebaiknya kita jaga, jangan sampai persidangan ini juga melanggar etika justru,” lanjut Heddy.

Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo yang juga majelis sidang menjelaskan kembali terkait tujuan pemutaran alat bukti tersebut.

Menurutnya, ap yang telah disampaikan ketua majelis sidang sudah sesuai sehingga pemutaran video alat bukti dirasa tidak perlu dilakukan di sidang terbuka.

“Yang penting kita klarfiikasi dari video-video ini apakah benar di video itu adalah benar yang pengadu tuduh melakukan perubahan. Itu yang kita lakukan sekarang, tanpa memutar keseluruhan karena transkrip sudah ada,” kata Dewi.

Kuasa hukum pengadu Fadli Ramadaniel pun sempat menyinggung ketua majelis sidang yang menyebut di awal persidangan bahwa memungkinkan untuk memutar alat bukti video tersebut.

Pasalnya, kata dia, pemutaran alat bukti video ini penting intuk mengungkap fakta materiil dugaan pelanggaran etik tersebut.

“Kalau kemudian ada pihak yang khawatir terkait ini dibuka ke publik dan kemudian ini diketahui banyak orang, ada kondisi psikis yang terganggu, persidangan ini kan persidangan tebruka untuk umum,” kata dia.

Terkait hal tersebut, ia pun bersikeras agar majelis sidang tetap menampilkan video itu sebagai fakta persidangan, meski sidang ini digelar secara tertutup.

“Kalau kemudian ada kekhawatiran kan majelis bisa menjadikan persidangan ini persidangan tertutup. Silakan saja diubah menjadi sidang tertutup dan kita bisa putar ini sebagai fakta persidangan,” tuturnya.

Baca Juga :  Ngopi Bareng Di Kemayoran, Jokowi Tanya Sandiaga Uno Tugas Barunya Di PPP

Permintaan Fadli ini pun dikabulkan oleh ketua majelis sidang. Sidang pun akhirnya digelar secara tertutup pada sekira pukul 12.24 WIB, setelah dimulai pada sekira pukul 10.90 WIB.

“Sesuai permintaan kuasa pengadu, video ini bisa diputar dalam persdiangan tertutup. Petugas tolong di-offkan untuk online, pengunjung sidang dipersilakan meninggalkan ruangan,” kata Heddy.

Untuk diketahui, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan kembali menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara Nomor 10-PKE-DKPP/I/2023 di Ruang Sidang DKPP RI di Jakarta pada Selasa (14/2/2022) pukul 10.00 WIB.

Dimana 10 teradu yang akan disidangkan seluruhnya merupakan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), termasuk Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik.

Sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, sidang akan dipimpin oleh Ketua dan Anggota DKPP.

Sekretaris DKPP, Yudia Ramli mengatakan agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan Pengadu dan Teradu serta Saksi-saksi atau Pihak Terkait yang dihadirkan.

“DKPP telah memanggil semua pihak secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar,” jelas Yudia.

Ia menambahkan, sidang kode etik ini bersifat terbuka untuk umum. Yudia juga mengungkapkan bahwa DKPP akan menyiarkan sidang ini melalui akun Facebook DKPP, @medsosdkpp dan akun Youtube DKPP.

“Sehingga masyarakat dan media massa dapat menyaksikan langsung jalannya sidang pemeriksaan ini,” katanya.

Sidang pemeriksaan pertama perkara ini dilaksanakan pada Rabu (8/2/2023) pekan lalu.

Baca Juga :  Gerindra Nilai Isu Sandiaga Pindah Ke PPP Bisa Jadi Benar

Perkara ini diadukan Jeck Stephen Seba yang memberikan kuasa kepada Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono.

Jeck Stephen Seba mengadukan sepuluh penyelenggara pemilu, antara lain Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu (Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai Teradu I sampai III.

Serta Lucky Firnando Majanto (Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara) dan Carles Y. Worotitjan (Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai Teradu IV dan V.

Selain itu, diadukan juga Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sangihe) sebagai Teradu VI sampai VIII.

Serta Jelly Kantu (Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe) dan Idham Holik (Anggota KPU RI) sebagai Teradu IX dan X.

Teradu I sampai IX diduga mengubah status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam proses verifikasi.

Proses verifikasi itu meliputi verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan dengan cara mengubah data berita acara dalam SIPOL dalam kurun waktu 7 November hingga 10 Desember 2022.

Sedangkan Teradu X diduga menyampaikan ancaman di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City Entertaiment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara.

Ancaman tersebut adalah perintah harus tegak lurus, tidak boleh dilanggar, dan bagi yang melanggar akan dimasukan ke rumah sakit.

Also Read